Saat datang pertama kali di Jerman, bulan pertama aku sama sekali nggak berani keluar rumah, naik kendaraan umum, nyebrang jalan, pergi tanpa host family, dsb. Separah itu kah? Hiks, iya. Kalau kalian datang dari kota besar seperti Jakarta atau sudah terdidik dari kecil untuk belajar mandiri dan mencoba segala sesuatu tanpa takut salah, mungkin beda lagi reaksinya. Tapi aku dididik seperti di zaman orde baru, ini itu takut salah, takut rusak, takut tersesat, padahal sehari setelah aku memberanikan diri keluar rumah sendiri, aku jadi jarang pulang ke rumah host family, :D, karena di Jerman semua yang berhubungan dengan lingkungan hidup serba mudah, serba terorganisir dan serba terarah. Berikut sepuluh hal yang mengejutkanku saat pertama datang ke Jerman:
Baca juga: 10 macam Teman ala Orang Jerman
-
The Punctuality of Public Transportation
Jerman adalah negara nomor satu di dunia mengenai ketepatan waktu nya, dan masih nomor satu mengenai ketepatan waktu kendaraan umumnya. Semua halte dan stasiun pasti ada time table jam datang bus, tram, atau kereta api. Tak hanya itu, kita juga bisa mendownload app jadwal kendaraan umum gratis. App itu memudahkan kita untuk mencari alamat dan mendatangi suatu lokasi, kita tinggal mengetik alamat atau halte tujuan (sebagian app mendeteksi di mana kita berada sekarang, sebagian nggak, jadi kadang kita harus mengetik dari mana mau ke mana) lalu app akan menginformasikan kita harus naik apa di halte atau stasiun mana, jam berapa datang kendaraannya, dan di jam berapa kita sampai di tujuan tersebut. Praktis sekali bukan. Bayangkan kalau di Malang angkot akan berangkat kalau penumpang sudah penuh, dan kalau jadi orang baru di suatu kota, kita harus tanya kepada sopir apakah angkot tersebut melewati arah tujuan kita. Tak jarang sopir yang nakal akan bilang iya lalu menaikkan kita dan akhirnya menyuruh kita oper kendaraan lain, tapi tetap harus membayar angkot yang menyesatkan itu. Sopir-sopir itu dimaklumi saja meskipun menyebalkan, karena mereka mengejar target upah harian. Kalau di Jerman, supir hanya mengejar waktu, semua sopir akan dibayar sama, tapi kalau mereka telat dan ada yang protes, bisa kena sanksi nantinya.
-
The Freedom of the Animal
Ya, semua binatang yang berkeliaran di rerumputan seperti kelinci dan tupai, di sungai seperti bebek, angsa atau di pelabuhan seperti burung dara dilindungi oleh pemerintah. Artinya kita dilarang menangkap, mengurung, apalagi menyembelih, apalagi menjadikan mereka sate untuk makan malam, hehe (sempat terpikir juga sebenarnya, waduuh) -
MÜLL alias pengelompokan jenis SAMPAH dan tersebarnya tempat sampah
artinya: buang segala kekhawatiranmu di sini 🙂 Sampai sekarang pun masih geregetan soal sampah yang cara membuang rumitnya minta ampun,Berikut jenis-jenis sampah menurut kelompok pembuangannya:* Biomüll atau kelompok sampah kompos yang berasal dari bahan makanan, buah, sayur,dsb.* Hausmüll atau sampah rumah tangga, kalau malas mengelompokkan atau lupa, semua masuk hausmüll, hehehe* Plastikmüll atau sampah plastik, pembungkus makanan dari plastik semua masuk ke golongan ini. Biasanya ditaruh di kantong warna khusus, seperti di München kantong sampah plastik berwarna kuning, tapi di Hamburg warna biru* Papiermüll atau sampah kertas, karton-karton, kertas yang tak terpakai, amplop bekas surat dan segala macam kertas. Di Indonesia bisa juga dirongsokin di tengkulak kertas tapi di Jerman wajib di buang di tempat pembuangan sampah kertas.* Glasmüll, beling-beling, botol-botol, atau pecahan piring yang jadi sampah kudu dibuang di sini.* altgeräte müll, kalau punya peralatan rumah tangga usang, tua, tak terpakai, bisa dibuang di tempat pembuangan alat yang kadang jarang ada di mana saja. Di dekat apartemen, ada tempat pembuangan alat, biasanya aku suka nemu blender bekas, meja kecil atau bahkan TV yang masih bagus untuk di pungut (haha, dasar). Seseorang tidak boleh meletakkan barang bekas di sembarang tempat, kalau ketahuan bisa kena denda.* Pembuangan baju bekas, kalau punya baju bekas yang sudah tidak dipakai bisa dimasukkan ke sini, biasanya baju-baju ini akan disumbangkan atau malah dikirim ke Indonesia dan dijual lagi di pedagang baju bekas alias dalbo 😛Di Hamburg pengelompokan sampah tidak seketat di München, saat tinggal di Hamburg tetap saja aku (kalau pas rajin) kelompokkan sampah-sampah itu sebelum di buang (karena sudah terbiasa dan sadar pentingnya menyortir sampah sebelum dibuang).Baca juga: 10 jenis pengelompokan sampah di Jerman4. Kebersihan di sungai-sungai
-
Seperti di kebanyakan kota di Eropa, sungai-sungai di Jerman juga sangat terjaga kebersihannya.
5. The Traffic Differences
Tentunya yang ini juga melegakan bagi banyak orang Indonesia yang berkunjung ke Jerman dan melihat jalan raya bebas macet tanpa sepeda motor. Shock pertama kali yang aku rasakan pastinya letak setir di sebelah kiri dan arah kendaraan di jalan raya sebelah kanan. Tapi beberapa hari kemudian udah terbiasa, hanya kadang kalau mau nyebrang di jalan raya salah nengok, haha.6.Traffic For Pedestrian
Nggak tau di kota lain ada atau nggak, tapi di seputar Batu atau Malang, nggak ada lampu lalu lintas bagi pejalan kaki. Di tiang lampu merah ada pencetan yang memberikan sinyal lampu merah agar penyebrang jalan segera mendapat giliran dan mobil segera terhenti.
benda kuning ini kalau disentuh bisa memberikan sinyal dan dibawahnya ada pencetan untuk penyebrang jalan yang buta 7. Press BUTTON for blind people in the bottom of traffic light button
Pencetan lampu merah untuk pejalan kaki biasanya tinggal sentuh atau diusap saja dan lampu sinyal akan menyala, spesialnya, di bawah pencetan tersebut, selalu ada pencetan khusus buat penyebrang jalan tuna netra. Jika pencetan di bawah ditekan, maka akan segera terdengar bunyi khusus yang menandakan bahwa penyandang tuna netra tersebut boleh menyebrang atau harus menunggu.8. Trotoar dan Jalan khusus sepeda
Trotoar di Jerman dibangun agak luas buat pejalan kaki. Jalan bagi pengguna kendaraan beroda dua, khususnya sepeda disediakan berdampingan dengan trotoar tapi dicat dengan warna yang berbeda agar para pengguna jalan tahu bahwa mereka tidak jalan kaki di jalan untuk sepeda.9. The way they clean the street
Sama seperti di Indonesia, di Jerman ada petugas kebersihan jalan. Mereka pakai seragam warna oranye atau biru (seragam mah tergantung kantor penyedia kerja). Bedanya mereka menyapu jalan, mengepel lantai di stasiun pakai mesin atau kendaraan khusus menyedot debu sepanjang jalan atau pemotong rumput.10. Stop Button in the Bus
Oh my God, sebenarnya ini kisah yang memalukan untuk diceritakan, pasalnya awal kedatangan di Jerman, aku selalu takut keluar rumah sendiri dan mengira-ngira bagaimana kalau aku naik bus lalu ingin berhenti. Haruskah aku bilang ke supir. Kiri, kiri pak!!! kan di Jerman arah jalannya kanan? Masak: right, right, sir!!!. Sampai setelah satu bulan aku memberanikan bertanya sebelum berangkat jalan-jalan sendiri dan alhasil gastmutter ku menertawakanku. Yaaah, namanya juga katrok, mau gimana lagi coba? Kan di Malang suka begitu? Kalau mau turun atau mau kemana harus bilang atau tanya supir. Padahal di Jerman semua sudah lebih mudah, kalau mau turun tinggal pencet tombol stop yang terletak di setiap kursi bus, tapi bus akan berhenti di halte berikutnya, nggak bisa di mana saja.Pastinya banyak hal berbeda lain yang mengejutkan, bikin seneng, kadang juga bikin nyesek, yang ingin aku share tapi kali ini cukup tentang lingkungan aja. 🙂Aku senang bisa berbagi dengan kalian, akan lebih senang lagi bila kalian juga mau membaginya kepda orang lain, kakak, adik, saudara, yang barang kali ingin tahu serta menambah wawasan tentang perbedaan budaya antara Indonesia dan Jerman. Aku menerima kritik, saran agar kedepannya aku bisa sharing hal-hal unik yang bermanfaat dari Jerman.Liebe Grüße
Disini kalo trotoarnya dikasih lebar, buat dagang kaki lima atau buat parkir.
pasti itu,,,wkkk malah dilewati motor juga kalau macet 😀
artikel-artikaelnya sangat bermanfaat
dan saya ada usulan, akan lebih bagus kalau artikel-artikel kakak di sini disatuakan menjadi semacam buku kesan dan pesan (tinggal) di Jerman versi lengkap, misalkan… pasti banyak yang nyari, mengingat buku tentang pernak-pernik Jerman di indonesia ini nggak sebanyak buku-buku yang mengupas traveling ke Paris atau London… 🙂
Terima kasih