Bagi kalian yang kebetulan mempelajari Bahasa Jerman, pasti paham banget karakter orang Jerman yang tercermin dari cara mereka bertutur kata. TERATUR tapi RIBET!!! 😀

Bahasa Jerman, mengelompokkan JUTAAN kata benda berdasarkan jenis kelaminnya. Di bahasa Prancis, Belanda dan Itali juga demikian, namun hanya berdasarkankan feminim dan maskulin saja. Sedangkan di Jerman pengelompokan itu berdasarkan 3 jenis, yakni feminim, maskulin, dan netral. Bayangkan semua kata benda tanpa terkecuali. Misalnya kursi itu menurut orang Jerman berjenis kelamin laki-laki, jadi namanya der Stuhl (baca: der shtul), lalu hidung itu jenis kelaminnya perempuan, jadi namanya die Nase (baca: di nase) , yang paling aneh, seorang gadis, menurut bahasa Jerman berjenis kelamin netral, jadi namanya das Mädchen (baca: das metcen). Jangan tanyakan kok bisa atau mengapa, karena memang sudah begitu dari sononya. Pengelompokan ini juga tidak ada rumusnya, jadi kalau belajar Bahasa Jerman, harus hafalin satu persatu jenis kelamin benda benda yang ada di dunia, mau nggak mau. 😀

Aku percaya Bahasa juga mempengaruhi budaya, karena bahasa itu adalah bagian dari budaya, dan budaya juga terbentuk dari berbahasa atau bahkan mungkin sebaliknya. Oleh karena itu, aku mengaitkan keteraturan pemikiran orang Jerman yang sangat fokus dan detail itu juga tak lepas dari budaya bertutur kata mereka. Bahasa Indonesia kan terbilang nggak ribet, nggak pakai grammar yang belibet, makanya orangnya juga nggak begitu ruwet, easy going banget.

Selain berbahasa, dari segi apapun Jerman itu amat sangat teratur. Lalu lintasnya, jadwal bis dan keretanya yang selalu tepat waktu (Jerman masih nomor satu untuk jadwal ketepatan waktu transportasinya di dunia), kebersihannya, kesehatannya, ekonominya, sistem-sistemnya mulai dari pemerintahan, sampai sistem yang mengatur privasi orang per-orang, misalnya orang nggak boleh menyentuh orang lain tanpa ijin, mengolok, membuat gaduh, dan lain sebagainya. Kalau dilakukan bisa kena denda sampai 2000 euro.

Orang Jerman sangat berbeda dengan orang Indonesia dalam masalah keteraturannya. Jadwal untuk beberapa bulan ke depan, sudah terencana matang jauh jauh sebelum hari-H. Kalau mau mengajak orang Jerman (di Jerman) hang out, kita tidak bisa mendadak hari itu juga, bahkan teman dekat pun juga tidak bisa. Jauh-jauh hari misalnya seminggu sebelumnya atau bahkan sebulan-3 bulan sebelumnya harus bertanya, “Apakah kamu ada waktu untuk hang out denganku pada tanggal ini, jam segini, karena aku mau merayakan kelulusanku, ulang tahunku, dan sebagainya.” Aduh gitu amat ya 🙂

Orang Indonesia jauh lebih easy going dan spontan, ga ada kerjaan di rumah, pengen maen, menghubungi teman yang satu nggak bisa, telpon teman yang lain, nggak bisa juga, sebar di sosmed siapa yang pengen maen ke sini sekarang juga ada makan-makan, pasti ada aja yang bisa. Jadi kangen Indonesia 🙁

Mengapa orang Jerman sebegitu teraturnya dalam mengatur segala aktifitasnya, berikut ini adalah alasannya:

1. Waktu adalah Uang

Istilah ini pasti sudah tidak asing lagi di telinga kita. Aku baru merasakannya saat sudah hidup di negara Kapital. Bayangkan kalau dalam satu jam ini aku bisa menghasilkan uang 150 ribu rupiah dengan kerja serabutan, lalu karena janjian dengan teman ngaret, molor hingga 3 jam, berapa ratus ribu rupah yang aku lewatkan? Kerja di Jerman dihitung perjam, atau per-hasil, semakin cepat semakin baik. Jadi orang Jerman harus benar-benar mengatur waktu mereka agar tidak melewatkan rejeki yang mampir.

2. Mandiri

Salah satu tulisan orang Jerman tentang budaya Indonesia adalah orang Indonesia itu group-oriented. Aku setuju mengingat saat sekolah dulu, kemana-mana selalu bergerombol, mau ke toilet pun berbondong-bondong, ke kantin juga nge-group. Orang Jerman, meskipun sering juga kumpul, nongkrong sama teman, mereka terbilang mandiri. Kalau mereka ingin sesuatu, atau pergi kemana, nggak harus ada teman, berangkat sendiri.

3. Menghargai orang lain

Saat aku ke Itali, salah satu temanku bilang, “Gila ya, orang Itali beda banget sama orang Jerman, lalu lintasnya kacau balau, meskipun orangnya lebih ramah, tapi mereka nggak menghargai penyebrang jalan sama sekali maen trobos aja kayak supir bajaj di Indonesia.”
Orang Jerman sangat menghargai orang lain. Menghargai pendapatnya, menghargai privasinya, menghargai karyanya dan usahanya. Jadi mereka juga ingin dihargai seperti itu. Kalau orang Jerman bertanya apakah kita ada waktu untuknya di tanggal&waktu tertentu, itu tandanya dia menghargai waktu kita yang akan dihabiskan bersama mereka. Meskipun bisa, orang Jerman jarang sekali ada yang spontan.

Sekian sharing kita kali ini tentang perbedaan mental orang Jerman dan orang Indonesia, nggak ada yang lebih baik atau lebih buruk antara satu dengan yang lainnya. Yang namanya budaya memang sudah turun temurun dari sononya. Satu upaya yang bisa kita ambil adalah saling mengerti dan menghargai satu dengan yang lainnya. Semoga dengan membaca ini, pikiran kalian bisa lebih terbuka dengan budaya asing terutama budaya Jerman.

Sampai jumpa lagi di topik yang lebih seru

Viele Grüße

Comments

  1. Ah, benar juga ya, bahasa mempengaruhi sikap dan tingkah laku. Saya pernah belajar bahasa Jepang, juga harus teratur.
    Makanya orang Jerman kaku dan fokus ya. Terbukti kaku dan fokus itu salah satu kunci dalam keberhasilan.

  2. Kayaknya aku mundur teratur dg bahas Jerman, susah ya? Dulu sempet kursus bhs prancis aja yg kuingat cuma petit :D. HAnya senang tiap minggu ada pentas bersama kebudayaan Ind dan Prancis. Salut dg kemandiriannya. Iya sih ya, di sini sukanya nge gang (termasuk daku) nggak pedean mungkin sebabnya Mbak. Semoga anakku bisa kul sampai Jerman, ngikutin PAk Habibie, amin…

  3. Entah kenapa kalo gw perhatikan, negara yang punya musim dingin yang dingin, biasanya orangnya sangat teratur. Sedangkan negara yang musim dinginnya cenderung hangat orangnya lebih santai dan ramah. Negara yang mendekati khatulistiwa malah lebih slonong boy, hahaha.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *