Dulu saat tinggal di München dan masih berpacaran dengan pemuda asal Nürnberg, aku pernah beberapa kali dibuat marah olehnya, gara-gara dia cuek dan ceroboh banget. Saat kita ke Austria mengendarai mobil ayahnya, dia menerobos batas maksimum kecepatan jalan tol (di Austria, karena di Jerman tak ada batas maksimum) sehingga ayahnya kena denda 200 euro. Pemuda yang semangat sekali belajar bahasa Indonesia dan dulu adalah murid les Bahasa Indonesiaku ini juga sering ugal-ugalan. Pernah, suatu kali saat kita di Innsbrück, dia seenaknya saja menyetir mobil masuk ke jalur bus dan diteriaki orang-orang. Menanggapi hal itu, mantanku ini hanya menurunkan kaca mobilnya, lalu kaca mata hitamnya dan bilang,

“Kalau anda ingin saya dengarkan, bicara pelan-pelan dong! Jangan teriak seperti itu!”

Kemudian salah seorang bapak-bapak yang lain berkata kepada bapak yang teriak itu, “Sudah biarkan saja, lihat tuh plat mobilnya, Jerman! Namanya juga pemuda Jerman, mana peduli dia di negara orang?”

Sebut saja nama mantan itu, Max, biar gampang ceritanya. Max ini pemuda asli Jerman yang kadang kupikir tidak asli juga. Pasalnya dia suka nggak taat peraturan, nggak seperti kebanyakan orang Jerman lainnya. Mungkin karena kebiasaannya dimanja dan hidup serba berkecukupan. Dia pernah bilang, “Aku suka banget Indonesia, orang-orangnya ugal-ugalan, nggak peduli hukum dan peraturan.”. Nah loh, si Max ini orang mana ya? ?

Aduuuh, pacaran sama orang seperti Max itu suka jantungan, sebenarnya dia pemuda yang keren abis. Pemuda Jerman tinggi besar (tingginya 197 cm, aku seperti pacaran sama tiang listrik). Perawakannya yang cuek dan dingin itu Jerman banget, pernah satu kali aku pura-pura ngambek (kan cewek suka tuh pura-pura ngambek biar si cowok datang lalu menimang-nimang?). Eh kalau sama si Max, dia malah bilang kayak gini, “Jangan kayak anak kecil deh! Kamu kan lebih tua dari aku!”.

Arrrrrgggghhhh, memang sih, aku lebih tua dua tahun dari pada dia. Saat itu umurku 26, dan dia 24 tahun. Wajar sekali untuk ukuran pemuda Eropa yang masih 24 tahun, egonya masih mendominasi dan nggak mau ngalah.

Gimana bisa sampai pacaran?

Dulu, saat interview FSJ di Hamburg, aku iseng-iseng join Event Couchsurfing dan ketemu dia di sana. Dia yang sudah suka budaya dan Bahasa Indonesia itu lalu memintaku untuk mengajarinya. Padahal setelah sekian lama aku mengenalnya, dia akhirnya cerita juga kalau saat itu dia jatuh cinta pada pandangan pertama, aksinya minta diajarin bahasa indonesia adalah rencana untuk PDKT kepadaku. ?

Max PDKT setelah sekitar 6 bulan kita bertemu. Sebelum akhirnya dia nembak dan bertanya apakah aku mau jadi pacarnya.

Baca: 8 tanda cowok Jerman tertarik padamu!

Sebelum dia mengutarakan maksudnya, aku bahkan sudah dikenalkan kepada orang tua, paman, dan bibinya. Kami sering juga mengunjungi pamannya yang dulu pernah tinggal lama di Indonesia (19 tahun).

Max ini bukan tipikal cowok Prancis yang Romantis atau cowok Itali yang mudah flirting dan ngegombal sana sini, tapi dia adalah pemuda Jerman pada umumnya yang cueknya minta ampun. Tapi kalau dia sudah suka sama satu cewek, dia bakal perhatian banget sama orang yang disukainya. Contohnya, aku pernah satu kali (yang aku sendiri sudah lupa kapan), pernah bilang padanya kalau aku alergi udang. Eh saat diundang makan malam di rumah keluarganya, dia bilang pada mamanya kalau aku nggak makan udang dan cerita kalau aku pernah sempat pingsan di Mallorca gara-gara kebanyakan makan seafood. Dia juga suka marah kalau aku pesan makanan yang berbau udang.

Pacaran dengan Max juga sering bikin patah hati. Masalahnya, dia bekerja sebagai DJ dan punya banyak sekali teman wanita. Pernah satu kali aku diajaknya ke club techno bersama 2 orang temannya (laki-laki yang tingginya juga se tiang listrik). Aku berjalan di antara mereka serasa diiringi bodyguard. Di sana, banyak sekali yang kenal Max karena dia pernah jadi DJ di sana, banyak pula gadis-gadis yang cantik jelita datang lalu memeluk dan cipika-cipiki dengannya.

Menanggapi hal itu, Max tetap menggenggam tanganku, lalu setelah para gadis itu nyerocos tanya kabarnya, Max akhirnya bilang, “Aku ke sini nggak sendiri loh. Ini pacarku, namanya Indra”. Uuuhhhh akhirnya keberadaanku di sana diakui juga.

Meskipun terkesan cuek dan nggak romantis, si Max itu pedulinya luar biasa kepadaku. Saat di club itu contohnya. Dia tahu kalau aku bukan anak party, aku nggak suka main ke club. Aku hanya ingin liat dia saat performance jadi DJ aja. Eh dia malah nggak mau jadi DJ malam itu dengan alasan, “Kalau aku jadi DJ di depan, siapa yang akan ngejagain kamu di sini? Aku nggak mau kamu merasa sendiri ditengah keramaian seperti ini!”Uhhh, saat itu jadi berasa di film-film hoolywood :D, padahal da aku mah apa atuuuh?.

Kenapa akhirnya putus?

Karena gaya hidup kita nggak sesuai. Masa-masa memilih cowok berdasarkan tampan dan keren itu sudah pernah aku lewati saat SMA dulu dan sekarang adalah masa di mana aku memilih untuk yang baik, dan serius, bukan yang keren, macho, yang bisa dipamer-pamerkan. Aku memutuskannya setelah 4 bulan kami pacaran dan merasa sering tersiksa karena aku lebih sering ngemong dan dia masih belum siap untuk serius. Dia nggak mau diputusin dan memohon-mohon untuk bertahan. Akhirnya dua bulan kemudian, dia yang mutusin aku.

Saat putus, meskipun Max cowok Jerman yang gagah, tampan dan cuek, dia juga nangis sesenggukan dan berlutut di depanku sambil bilang, “Maaf karena aku nggak bisa bersama kamu lagi. Kita sangat berbeda, aku mengerti kalau kamu ingin mencari pria yang serius, dan aku bukan orangnya. Kalau kamu bertahan bersamaku, Mr. Right-mu itu nggak akan pernah mendekat. Jadi lebih baik kita berpisah demi kebaikan.”

Meskipun aku juga pernah hancur ditinggal mantan tunangan, hatiku saat itu hancur juga. Max bahkan sudah menyiapkan kaca mata hitam untuk jaga-jaga agar nggak ada orang lain yang melihat matanya yang merah sembab setelah menangis. Kita putus di sebuah taman waktu itu.

Meskipun banyak cowok Jerman yang memang tidak romantis, terkesan skeptik dan logis, tapi banyak juga cowok Jerman yang mau belajar jadi romantis demi membahagiakan orang yang dicintainya, banyak juga yang sudah romantis dari sononya. 

Demikian sharing soal cowok Jerman. Semoga pengalamanku memberi pelajaran yang berharga bagi pembaca sekalian.

Baca juga:
9 ciri cowok Jerman yang serius menjalin hubungan
Pernikahan? Jerman Vs Indonesia
Pacaran sama cowok Jerman: Siap bayar sendiri-sendiri!

Viele Grüße

Comments

  1. Lah jadi ikutan mewek juga nih kak :'

    Adih adek Max dan mba Indra, semoga dpaat pasangan yang lebih baik always listening always understanding kaya Prudent**l yah ehehe.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *