Europa Passage di Hamburg

Apa yang ada di bayangan kita kalau mendengar kata Mall? Pusat perbelanjaan? Food court? Shopping? Tempat ngadem?

Saat pertama kali datang ke Jerman, semua tampak serba modern dan wah, sampai suatu hari host family mengajakku berkunjung ke Passing Arcaden, yakni sebuah mall di kota München. Bayanganku tentang Mall Jerman yang kusangka lebih wow dari Mall di Indonesia itu pun langsung lenyap.

“Ini mah gak ada apa-apanya dibanding galaxy mall di Surabaya, apalagi di Jakarta” batinku.

Lalu bagaimana bentuk mall di Jerman?

Mall di Jerman mah paling mentok 5 lantai. Passing Arcaden yang aku kunjungi saat itu saja hanya terdiri dari 4 lantai, di mana satu lantai paling bawah adalah tempat parkir. Memang lumayan luas sih, tapi tak beralpis lapis seperti mall di Indonesia.

Aku membatin lagi, “Hmmm Matos ini mah!” (matos: malang town square)

Ternyata ada sesuatu yang lebih wah dan heboh di Indonesia dibanding Jerman, yakni mall kita. Salah satu mall di Hamburg, yang terletak tepat di tengah kota, Europa Passage juga tak bisa dibandingkan dengan mall di Indonesia, bentuknya kotak dan hanya terdiri dari 5 lantai.

Salah satu teman Jerman bahkan berkelakar, “Kalau berlibur ke Jakarta, hal yang paling sering aku lakukan adalah nge-mall!”

Aku terbahak-bahak. Wahh, dia jadi Indonesia banget, suka ngemall. Tapi nggak semua orang Jerman seperti dia sih, atau mungkin di Jakarta, dia jengah dengan kemacetan dan terik matahari yang menyengat sehingga memutuskan untuk ngadem di mall saja.?

Mengapa mall di Jerman tak seheboh di Indonesia, aku merangkum alasannya di bawah ini:

1. Aturan pembangunan gedung
Tau nggak sih, di Bavaria, aturan membangun gedung tak boleh lebih tinggi dari gereja?

Pemandangan kota München. Coba lihat, puncak menara di gereja ini lah yang menjadi tolok ukur bangunan gedung yang lainnya. Lebih tinggi dari gereja, tidak diperbolehkan. Bavaria adalah kota di Jerman yang masih mengusung norma agama dan adat istiadat setempat. Karenanya, negara bagian Jerman yang satu ini unik serta konservatif.

 Baca juga:10 alasan orang Jerman membenci Bayern

2. Tingkat konsumtif
Rupanya, orang Jerman, meski konsumtif, tapi tidak separah orang Indonesia. Pernah dengar pendapat orang luar negeri tentang gaya belanja kita? Aku pernah baca, di Arab Saudi, jamaah haji yang paling banyak belanja adalah dari Indonesia. Di Eropa, turis yang paling suka belanja, adalah dari Malaysia dan Indonesia.

Orang Jerman, termasuk perhitungan dan pelit sekali dalam menghambur-hamburkan uang mereka. Tentu saja mereka juga suka belanja dan menghabiskan uang, mall-mall di Jerman juga dipenuhi toko dan pusat perbelanjaan, tapi di Jerman tak ada budaya membelikan oleh-oleh untuk keluarga, teman dan orang terdekat saat berpergian. Sehingga, paling mereka membeli untuk diri mereka sendiri. Kalau ada orang yang jalan-jalan, orang Jerman biasanya hanya bilang, “Viel Spaß!” (Baca: viel spass, artinya: selamat bersenang-senang), tak pernah sekalipun meminta oleh-oleh. Dikasih syukur, nggak dikasih ya biasa aja.

Di Jerman juga marak jual beli online, memanfaatkan jasa tukang pos. Jadi, para pebisnis yang sibuk, tak perlu datang ke mall untuk berbelanja. Apalagi ditambah pikiran orang Jerman yang skeptis dan takut berada di pusat keramaian, terorism dan sebagainya, membuat orang-orang malas keluar.

Baca juga: Mental Orang Jerman Vs Indonesia Part 1: Skeptis Vs Pragmatis

3. Kembali ke alam
Kalau cuaca cerah dan matahari bersinar, orang Jerman lebih suka berjemur diri, ke taman, pantai, bersepeda, melakukan aktivitas yang berbau alam ketimbang berada di dalam gedung. Jadi, berpergian ke mall bukan hal yang wow untuk dilakukan di Jerman, mereka ke sana kalau butuh beli baju, buku, pengen cuci mata, atau makan di food courtnya.

Demikian sharing kita kali ini tentang perbedaan mall di Jerman dan di Indonesia. Alasan-alasan yang aku kemukakan adalah alasan pribadi menurut pengalaman serta pengamatan sendiri, yang pastinya berbeda dari pendapat orang lain yang pernah tinggal di Jerman.

Semoga memberi informasi dan menambah pengetahuan seputar Jerman.

Jangan lupa like facebook fanpage Denkspa untuk mengetahui info harian seputar Jerman, terutama Hamburg (tempat aku tinggal sekarang). Klik di sini untuk like facebook fanpage Denkspa. Vielen Dank (Banyak terima kasih)

Liebe Grüße

Comments

  1. Emang sih berbicara mall sudah pasti pada ngeborong baju aksesoris dan lainya.. Mall juga sering buat tempat ketemuan bagi mereka yg suka nyari cinta neng…

  2. Whaa.. jadi gitu ya.. mall atau bangunan lain gak boleh lebih tinggi dari gereja. Jadi disana gerejanya pasti banyak yang tinggi ya??

    Di Malang kan emang mallnya tergolong kecil dari Surabaya apalagi Jakarta. Tapi Matos sekarang udah di renovasi jadi lebih gede loh, 4 tingkat.

  3. seharusnya disini juga diatur ketinggian gedung mall, seperti dijerman. agar enak gitu, pemandangan asli indonesia, tidak tertutupi hutan beton gedung pencakar langit seperti sekarang 🙁

  4. Lhoo jadi orang jerman kebanyakan orang pelit ya masak sih… Jadi mereka belanja hanya sebatas keperluanya sendiri ya, mungkin bagi mereka ini adalah kebijakakan dalam berhemat

  5. Sangat infromatif kak! Selalu suka bacain apa-apa yang ada di sini ehehe. Berasa makin deket sama Jerman gitu.
    Hmm~~~ justru ya negara yang digadang-gadang teknologinya paling canggih dll. Malah mall nya biasa aja. Padahal pendapatan negara Jerman jauh bgt sm Indonesia. Tp sifat konsumtifnya melebihi yg sdh maju. Sangat disayangkan.

    Dg begini seharusnya org" Indonesia berkaca supaya bs punya gaya hidup yg lebih bermanfaat dan sehat 🙂

  6. Mbak, aku nggak suka nge mall, sukanya ngemil hehehe.
    Wow, aku salut karena mereka memilih membumi dengan alam timbang ngemall disamping beberapa point yg lain. Ini yg jarang kita jumpai di sini 🙂

  7. orang Indonesia dan Indonesia bagi kebanyakan orang eropa adalah bangsa udik, norak dan katrok pada segala bidangnya, begitu kata induk semang saya di LA waktu kuliah S2 dulu…banget

  8. Aturan yang nomer satu unik juga tuh, Tapi ya logis juga sih alasannya.

    Ya seperti biasa, kalo negara maju berpikir untuk melakukan hal yang produktif. Dan masyarakat Indonesia masih mengedepankan perilaku konsumtif (seperti saya juga hehehe)

    Saya sebenernya bingung sama mall di jakarta dan sekitarnya. Kalo disatu kawasan udah ada mall, ngapain disebelahnya atau diseberangnya ada mall lagi. Harusnya ada aturan jarak minimal antar mall hehe

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *