Max pernah bercerita padaku sebuah hal yang menggelikan. Saat traveling ke Indonesia, dia dan salah seorang temannya suka kalap kalau lagi makan di warung. Padaku, dia menuturkan bahwa saking sukanya masakan Indonesia dan saking murahnya harga makanan di sana (dibandingkan dengan harga kios atau restoran di Eropa), Max suka pesan 2 sampai 5 porsi sekaligus. 

Hal lucu yang membuatku terkesan adalah ketika dia makan di sebuah warung kaki lima di kawasan Gunung Bromo. Di Jerman, adat masuk sebuah restoran adalah mengucapkan salam, seperti: GUTEN TAG, MOIN, GRÜß GOTT, Hallo, dsb. Kemudian saat keluar restoran, mereka biasanya melemparkan salam lagi dengan mengucapkan Tschüß (daag daag) atau Aufwiedersehen (sampai jumpa lagi). Max yang masih membawa adat Jerman saat jalan-jalan ke Indonesia ini pun sedikit kagok saat masuk dan keluar restoran. Ketika bercerita padaku, sambil ngakak dia bilang, “Tau nggak? Aku masuk warung tenda mini (PKL mungkin yang dia maksud) dan bilang pada orang-orang yang sudah duduk di sana ‘Selamat Pagi’. Eh nggak ada yang jawab malah mereka menatap aneh padaku. Saat keluar restoran, aku bilang kepada mereka, ‘sampai jumpa lagi’, bukannya dijawab, seisi warung malah ketawa ngakak. Aku berpikir kenapa!”

Perutku mulas membayangkan betapa anehnya bule setinggi 2 meter masuk membungkuk-bungkuk ke warung tenda dan ikutan makan di situ, lalu dipandang aneh oleh penjual dan orang lain. Meskipun aku salut dengan kesopanan Max, kujelaskan padanya bahwa cukup tersenyum dan bilang daag daag saja sudah dianggap sopan. Justru akan aneh kalau dia terlalu sopan sampai bilang seperti itu, tak heran kalau orang-orang menertawakannya.

Yang lebih mengherankan lagi, Max bilang, “Tak hanya itu! Aku pun tak tahu menahu adat orang Jawa Timur seperti apa. Saat aku makan, di mana pun itu, aku selalu memberikan tips 10% kepada pelayan restoran. Mereka kadang menerima, kadang malah mengembalikan padaku. Aku takut dianggap kurang ajar kalau tak memberikan tips.” Ah Max, kadang dia suka blo’on dan polos. Di balik sifat cool ala Jermannya, rupanya dia juga manusia biasa yang berusaha menyesuaikan diri dengan adat dan lingkungan saat dia traveling.

Di Jerman, seperti yang aku sering sebutkan, ada sebuah adat memberi tips kepada pelayan restoran. Kalau kalian datang ke Jerman, hal ini perlu diperhatikan agar tidak dianggap pelit atau kurang sopan. Tak heran kalau Max bersikukuh memberikan tips kepada penjual nasi di PKL, karena budaya Jerman mengajarkan padanya seperti itu.

Baca juga: Mengapa harus memberi tips saat makan di Restoran Jerman?

Meskipun demikian, budaya memberi tips ini sebenarnya cukup tricky untuk dilakukan. Pasalnya, kita sebenarnya tak harus memberikan tips di semua restoran. Lalu, di mana dan kapan kita harus dan TAK HARUS memberikan tips?

1. Restoran Cepat Saji

Restoran cepat saji seperti Mc. D, KFC, Burger King, dsb, kita TAK HARUS memberikan tips. Karena kita yang melayani diri kita sendiri di resto ini.

2. IMBISS

Imbiss adalah semacam warung. Ada imbis yang menyediakan tempat duduk untuk makan di tempat, ada yang tidak. Kalau kita ke Imbiss, apakah perlu memberikan tips? Tergantung apakah kalian mau bungkus atau makan di sana, dan kalau makan di tempat, tergantung apakah pelayannya melayani dengan maksimal atau kita di suruh menunggu makanan kita lalu mencari tempat duduk sendiri.

Aku pernah makan di sebuah Imbiss kebab di Hamburg dan memutuskan untuk makan di sana. Kupikir aku akan ambil makanannya sendiri dan langsung menyantap makananku. Nggak taunya, datang seorang pelayan dan mempersilakan aku duduk, mengantarkan pesananku, dan melayaniku dengan baik layaknya di sebuah restoran. Untuk kasus seperti ini, aku rela memberikan tips kepadanya. Tapi kadang (seperti di kebanyakan Imbiss) kita di suruh menunggu, dan ambil sendiri makanan yang telah disiapkan, untuk kasus semacam itu, tak perlu memberi tips.

3. Restoran (termasuk Biergarten)

Makan di restoran, apalagi restoran mewah dengan pelayan yang memakai seragam, tentu saja kita wajib memberi trinkgeld (tips). Kecuali kalau kita sangat kecewa dengan pelayanannya yang lama atau tidak puas dengan makanan yang dihidangkan. Salah pesan makanan bukan termasuk kecewa ya, karena itu kesalahan kita sendiri mengapa tidak tanya di awal. Tidak puas di sini aku artikan sebagai pelayanan yang kurang cekatan, atau hidangan yang tidak higienis, dsb. Untuk kasus seperti ini, kita sah-sah saja protes bahkan minta dipanggilkan manajer.

Sebuah restoran di Jerman sangat tergantung dari kepuasan konsumen. Mereka akan melakukan segala cara agar pelanggan kembali lagi ke restoran tersebut. Terlebih, para pengunjung juga bisa leluasa memberi referensi positif atau negatif di internet untuk rekomendasi kepada pelanggan lain, jadi kalau pelanggan tidak puas atau kecewa, mereka akan berusaha memperbaiki kesalahan, menawarkan jasa atau makanan baru untuk menebus rasa kecewa itu. Itu sebabnya, tips adalah salah satu indikasi kepuasan konsumen. Tips yang besar tandanya puas, lagi pula pantas diberikan karena pihak restoran (terutama pelayan) telah berusaha melayani konsumen layaknya raja dan ratu.

4. Cafe

Di Cafe, kasusnya seperti di Imbis, tergantung bagaimana kita melihat dan menilai pelayanan mereka. Kalau dirasa pantas diberi tips dan terlihat mereka sangat berupaya ramah agar diberi tips, tak ada salahnya memberi 10% dari bill kita.

5. Di Bar

Biasanya kita tak perlu memberi tips kepada pelayan diskotek atau bar, kecuali kalau kita ingin dan malas menyimpan recehan uang kembali. Karena pesan minuman di Bar biasanya kita lakukan berjubel-jubel dan kita memilih tempat duduk sendiri atau minum sambil dansa (berdiri). Kecuali di bar-bar tertentu di mana kita pesan dan pelayan membawakan minuman kita, lalu secara rutin mengunjungi meja dan menawarkan minuman baru seperti pelayanan di restoran.

6. Kiosk dan Bäckerei

Di sebuah kiosk (kios) atau Bäckerei (toko kue dan roti), kita tak perlu memberikan tips.

Nah, dari artikel ini, apa kesimpulan kalian tentang budaya memberikan tips di Jerman? Menurutku, budaya ini adalah budaya ada harga ada rupa (pelayanan yang baik disertai tips yang baik pula). Kalau berkunjung ke Jerman, kita sebenarnya tak usah bingung masalah memberi tips, kalau kita lihat pelayanannya baik, ya diberi, kalau tidak, ya tak usah diberi. Begitu saja.

Bagaimana? Tertarik ke Jerman? Jangan lupa baca artikel lain tentang kebudayaan Jerman dan kisah-kisah pengalaman pribadiku yang menyertainya.

Semoga tips ini memberikan informasi seputar Jerman. Jangan lupa like facebook fanpage Denkspa untuk mengetahui info harian seputar Jerman, terutama Hamburg (tempat aku tinggal sekarang). Klik di sini untuk like facebook fanpage Denkspa. Vielen Dank (Banyak terima kasih)

Liebe Grüße

Comments

  1. Seru juga mendengar cerita bule masuk tenda mini hahahahha.
    Benar, kita tidak segan memberikan tip pada pramusaji dll jika memang mereka benar-benar melakukan pekerjaannya dengan hati 🙂

  2. Nah bener tuh!
    Ada kepuasan ada money.
    Tapi kaaak, kalau di Indonesia, mungkin nih……………….
    kan keramahannya itu mendarah daging (ea), jadi yaa semacam udah sekomplit sama makanannya gitu. Jadinya ga perlu tips-tips an. Iya ga sih? Ehehehe.

  3. Hahaha Max baru baca palagraf awal jd ketawa ngakak. Naik bus di Indonesia apa bilang selamat pagi/siang juga? 😀 . Banyak banget pesan 2-5 porsi? 😀 suamiku juga kadang makannya kalap, pas mamaku datang tuh heran busyet banyak banget, eh ternyata habis dilahap makannya haha.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *