Advent, Advent,
ein Lichtlein brennt.
Erst ein, dann zwei,
dann drei, dann vier,
dann steht das Christkind vor der Tür.
(adven, adven satu lilin kecil kecil terbakar, lilin satu, lilin dua, lalu tiga, lalu empat, lalu muncullah anak kristus di depan pintu)
Sudah pernah mendengar kata-kata di atas?
Dulu saat masih bekerja dengan orang Jerman, setiap hari menjelang natal selama satu bulan, kata-kata ini menjadi sangat akrab sampai berdengung-dengung di telinga bagaimana mereka melafalkan sambil menyalakan lilin dan membuka kalender adven.
Nah, bagi kita yang masih belum akrab dengan perayaan menjelang natal ini, ayo sama-sama menyimak apa itu Adven, sejarah, dan keunikan perayaannya di Jerman.
Sejarah Adven
Asal muasal kata Adven adalah dari bahasa Latin: Advenire, yang berarti pengharapan atau penantian. Di tahun 524, menjelang perayaan natal, orang-orang berpuasa, dimana waktu-waktu sakral menanti tanggal yang dipercaya sebagai hari kelahiran kristus ini untuk membersihkan dosa, introspeksi diri, dan merenung. Bahkan warna yang melambangkan tradisi ini dulunya adalah ungu, yang dipercaya sebagai lambang kesedihan dan kegelapan. Orang-orang percaya sebelum kristus lahir, dunia masih diliputi duka dan kesedihan, sampai hari lahirnya sang juru selamat, oleh karenanya orang jaman dulu puasa sambil merenung untuk mensyukuri lahirnya Kristus. Sampai sekarang pun masih ada yang berpuasa, meski puasanya berbeda dari puasa ramadhan -yakni puasa tanpa makan daging atau ikan-. Adven ini pun sampai sekarang masih sebagai simbol penantian datangnya hari natal yang dirayakan 4-6 minggu sebelum tanggal 25 Desember.
Seiring berjalannya waktu, perayaan adven pun juga beralih fungsi dan makna. Sekarang di Jerman, perayaan adven dilambangkan dengan warna hijau dan merah. Orang-orang membeli 4 lilin warna merah yang diletakkan di dedaunan warna hijau sebagai lambang adven, lalu menyalakan satu lilin di minggu pertama, dua lilin di minggu kedua, dan tiga lilin di minggu ke tiga, dan semua lilin dinyalakan di minggu ke empat. Lilin-lilin itu akan meleleh dan saat natal tiba, akan terbentuk susunan lilin yang berbeda bentuk karena tidak dinyalakan bersamaan. Bingkai dedaunan dan bunga warna hijau dan merah juga diletakkan di depan pintu untuk mengusir roh jahat, setan, dan sejenisnya (dimana sebenarnya tak terdapat dalam ajaran kristen). Hijau daun melambangkan kegelapan, dingin dan bekunya musim dingin, serta kegelapan sebelum datangnya Yesus sebagai cahaya. Merah itu sendiri melambangkan keceriaan akan datangnya juru selamat (Yesus) yang datang setelah dunia gelap gulita.
Kalender Adven
Momen perayaan adven adalah momen yang sangat menyenangkan bagi anak-anak di Jerman. Penantian akan datangnya hari natal dirayakan dengan membuka satu bingkisan permen atau coklat setiap harinya. Siapa anak-anak yang tidak senang kalau begini?
Dulunya, perayaan natal merupakan acara doa di gereja. Sekarang pun, meski ada yang masih seperti itu, banyak pula yang tidak merayakannya di gereja, melainkan di rumah, kumpul dengan keluarga dan jauh dari acara keagamaan. Perubahan perayaan adven dan natal ini dibawa oleh penerjemah Injil pertama di Jerman, Martin Luther. Menurut pengalamanku, mereka merayakan natal, karena sebuah tradisi, adat dan budaya yang melekat di masyarakat. Seperti orang agama non-islam yang turut merayakan idul fitri karena kemeriahannya, mereka toh tak ikut sholat Ied, seperti itu pula di Jerman. Aku kenal beberapa orang Turki atau Iran yang notabene Islam, tapi anak-anak mereka juga dapat hadiah natal. Mereka ikut merayakan natal seperti orang Jerman, kumpul di rumah, memberi kado kepada anak-anak, dan bahkan ada juga yang mendekorasi pohon natal lalu memasangnya. Semua itu tak lain dan tak bukan, karena natal di Jerman merupakan sebuah tradisi, sehingga orang bergama non-nasrani pun, ikut merayakannya. Saat aku bertanya kepada salah satu kenalan yang ikut tradisi ini, mereka bilang, “Yah, betapa sedihnya anak-anak kami kalau teman-teman lain di sekolah dapat kado dan kalender adven, tapi anak kami tidak”.
Saat ini, baik umat kristen, katolik, maupun agama lainnya, bahkan yang tak menganut agama di Jerman cenderung merayakan adven dan natal di rumah bersama sanak famili. Pemberian pernak pernik, coklat ataupun manisan sepanjang penantian menjelang natal itu pun dimaksudkan agar anak-anak bersabar menanti hari-H. Bagi anak-anak yang (mungkin) bukan kristiani, hari natal itu seperti hari dimana keajaiban akan harapan-harapannya terkabulkan. Apapun yang mereka minta diberikan oleh St. Claus. Oleh karenanya, mereka amat sangat tidak sabar dapat hadiah-hadiah itu. Untuk menyikapinya, 24 hadiah-hadiah kecil itu pun disiapkan untuk mengalihkan perhatian dan membuat mereka bersabar menanti hadiah yang lebih besar.
Dulunya, tradisi adven dilakukan dengan menghitung hari demi hari dengan mencoret dengan kapur tulis, satu coret satu hari sampai hari H tiba. Sekitar pergantian abad ke 19 dan 20 tradisi kalender berubah menjadi rumah kardus ang berisi coklat atau permen. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak bisa belajar menghitung hari-hari dan bersabar sebelum hari natal tiba. Kalender adven ini sering kali berbentuk rumah yang berisi 24 jendela dimana masing-masing jendela punya nomor-nomor masing masing yang diacak. Anak-anak disuruh membuka satu jendela tiap hari berdasarkan nomor masing-masing jendela tersebut.
Tapi sekarang, tak hanya rumah kardus penuh dengan jendela berisi coklat, para orang tua yang kreativ membuat pernak pernik berupa kantong atau kaos kaki yang berisi permen atau coklat yang ditempel di dinding dan diberi nomor secara acak. Lalu, tiap harinya anak-anak disuruh membuka satu kantong berdasarkan nomornya sampai semua kantong habis, dan tibalah hari natal.
Sebenarnya tak hanya anak-anak yang merayakan adven ini, host family ku dulu (orang tuanya) juga membuka satu jendela coklat tiap harinya, di dalam jendela itu tak hanya ada coklat tapi juga kata-kata yang diambil dari Injil atau kata-kata mutiara biasa. Begitupun pekerja di yayasan rumah cacat yang menyiapkan 24 kantong permen dan coklat dan dibuka setiap hari menjelang natal.
Nah, bagaimana? Sudah ada gambaran tentang perayaan natal di Jerman? Semoga artikel ini memberi sedikit informasi tentang hari natal di Jerman yang sungguh sangat berbeda atmosfirnya dengan di Indonesia. Artikel ini aku tulis berdasarkan pengalaman pribadi dan artikel yang berjudul ‘Adventzeit’ yang aku terjemahkan dari Weihnachtsmarkt.net. Kalau mau baca artikel berbahasa Jermannya, silakan klik di sini.
Baca juga: Mengapa Di Jerman Banyak orang Stress Menjelang Natal?
Semoga artikel ini bermanfaat. Jangan lupa like facebook fanspage Denkspa untuk mengetahui info harian seputar Jerman, terutama Hamburg (tempat aku tinggal sekarang). Klik di sini untuk like facebook fanpage Denkspa. Vielen Dank (terima kasih banyak)
Viele Grüße
Oh gitu perayaan natal di Jerman.. Thanks for sharing ya.. Salam kenal 🙂
Baru ngeh nih template nya gani ya Mbak. Lama nggak sempat bw2.. uhuksss.. Tradisi yang baru kuketahui juga ini. Asik tulisannya. Tiap mampir sini selalu ada ilmu baru yg kudapetin. Tengkyu ya Mbak