Kisah sebelumnya, bisa dibaca di sini : Berteman dengan Orang Jerman | Kisahku Part 1
Melanjutkan kisah pengalamanku di Part 1, disini aku ingin bercerita tentang bagaimana perkembangan selanjutnya mengenai hubungan pertemananku dengan mereka yang ternyata tak selamanya berjalan dengan baik. Hal itu dikarenakan seiring dengan berjalannya waktu, ditemui hal-hal yang membuat hubungan kami sempat renggang bahkan putus sama sekali.
Hal yang pertama adalah karena kelabilan dan ketidakkonsistenannya diriku. Jadi waktu itu aku sebenarnya sudah bilang kalau aku mau berhenti melakukan kegiatan kirim-mengirim surat, kartu pos dan hadiah karena mau skripsi. Eh tapi ketika ada Hari Kartu Pos Dunia, aku malah tergiur untuk mengirim kartu pos ke mereka. Kemudian dari sana mereka balas kartu posku lagi dan mungkin mereka menyangka oh nih anak masih bisa kirim-kirim kok, begitu..
Yang kedua, aku tidak jujur di awal. Padahal di awal-awal surat yang dikirim Lukas, Lukas bercerita kalau dia mengoleksi prangko dan menanyakan kepadaku “Apakah kamu mengoleksi prangko? Tema apa yang kamu koleksi?” yang mana disertakan juga beberapa keping prangko yang diberikan Lukas bersamaan dengan surat di dalam amplop. Aku yang senang-senang saja dikasih hadiah apapun, justru aku tidak jawab pertanyaannya yang itu. Duh.. Padahal sebenarnya aku tidak begitu menaruh minat dengan prangko, justru aku lebih berminat dengan kartu pos. Tetapi kalau ketika itu aku jawab kalau aku sebenarnya tidak mengoleksi prangko, justru aku takut menyakiti hatinya karena aku merasa dengan aku mengatakannya, aku akan dinilai tidak menghargai prangko-prangko pemberiannya itu. Sedangkan dia sudah terlanjur mengirim prangko-prangko itu di dalam amplop. Aku merasa serba salah atau mungkin hanya aku yang terlalu polos dan over thinking(?)
Sejak saat itu, aku balas prangkonya dengan prangko Indonesia yang ku punya, atau yang kubeli di Kantor Filateli Jakarta maupun secara online. Ternyata mereka kirim lagi dengan jumlah yang lebih banyak ditambah selama ini aku punya pikiran kalau membalas hadiah orang lain setidaknya harus sama dengan apa yang mereka kirim. Dalam hal ini adalah soal jumlah prangkonya. Lama-lama aku kewalahan dan merasa agak tertekan juga karena masalah uang, keuangan keluarga yang sedang tidak baik, ada masalah lain di keluarga, lalu keluarga yang terus menanyakan tentang perkembangan skripsiku, sedangkan skripsiku mampet, aku susah fokus, bahkan orang tuaku sampai marah-marah denganku karena aku terlalu fokus ke hobi ini dibandingkan skripsi yang menjadi prioritas utamaku. Oh my God.. :'(
Padahal sebenarnya ketika beberapa masalah sedang menerpaku, dimana masalah-masalah itu membuatku sering menangis, stress, marah, kesal, benci dengan hidupku, benci dengan semuanya, bahkan pernah terpikir tidak ingin melanjutkan apapun, tidak ingin hidup, ingin mati dan bunuh diri saja, justru kartu pos lah penyemangatku. Kartu pos lah yang membuatku semangat dan membuatku masih mau terus menjalani hidup karena hidupku terasa seperti hidup susah, mati pun tak bisa. Ya, betul tidak bisa, bukannya tidak mau. Aku mau, tetapi tidak bisa. Kenapa tidak bisa? Karena aku tidak bisa main ‘pergi’ begitu saja sedangkan aku punya dan aku harus bertanggung jawab dengan hal-hal yang sudah aku mulai atau yang sudah terlanjur aku mulai, salah satunya : pendidikan. Orang tua sudah keluar uang banyak untuk itu! Lagi pula ‘bundir’ tidak bisa menyelesaikan masalah, yang ada malah menambah masalah (dosa) dan menjadi capek dua kali. Dosa-dosa yang kemarin saja masih banyak, ini lagi malah nambah dosa. Hah, sudah cukup aku capek sekali saja di dunia! Jangan deh capek juga di akhirat. Namun yeah, walaupun pikiran untuk ‘bundir’ kadang masih terlintas di kepala, tetapi harus terus berusaha untuk ditahan karena aku tidak mau capek dua kali. Inget itu, hey Maryam!
Kata orang-orang, coba cari hal yang bisa menyebabkan kita merasa bahagia dan bersemangat. Nah, hal yang membuatku bahagia dan semangat adalah kartu pos! Ya, kartu pos dan juga penpaling, sahabat pena-an. Menunggu pak pos setiap hari datang ke rumah dengan harapan ada kiriman untukku apapun bentuknya adalah hal yang membuatku cukup bersemangat dalam menjalani hari. Jika sepulang dari kampus tidak ada pak pos datang ke rumah membawakan apapun, maka aku berprasangka “ah, siapa tahu besok pak pos datang ke rumah.” Kemudian besoknya aku beraktifitas dan berangkat ke kampus seperti biasanya tetapi begitu bersemangat ketika pulang. “Ada kartu pos atau surat yang datang untukku tidak ya? Kalau ada, kira-kira kartu pos dari siapa dan dari negara apa ya?” Pikirku ketika masih berada di dalam angkot untuk pulang ke rumah. Maka dari itu, ketika orang tua bersikeras untuk menyuruhku berhenti dari kegiatan Postcrossing dan juga penpaling, aku tetap ngeyel. Mungkin kalian bertanya “Kenapa sih aku sampe sebegitu ngeyelnya?” Karena ketika ada kartu pos dari Postcrossing, surat, kartu pos atau parsel dari sahabat penaku mendarat di rumahku, ada kebahagiaan tersendiri di hati yang membuat hatiku terasa hangat. Sapaan sederhana yang tertulis disana seperti “Hi Maryam”, “Hello Maryam”, atau “Dear Maryam” sukses membuat diriku merasa begitu terharu dan bahagia. Terharu dan bahagia karena membuatku merasa kalau keberadaanku di dunia -setidaknya di situs web Postcrossing– itu dianggap, diakui keberadaannya. Aku jadi merasa “oh, ternyata masih ada orang yang peduli sama aku ya?“, “Oh ternyata masih ada orang yang mau menyapa aku, dan bahkan menceritakan banyak hal di kartu pos seperti aku adalah teman akrabnya“. Hal inilah yang membuatku merasa sangat bahagia, merasa punya banyak teman, tidak merasa sendirian, merasa dipedulikan, lalu memunculkan perasaan bahwa diriku berharga, aku punya hak untuk mendapatkan dan merasakan semua ini sebagaimana orang lain. Kemudian ada satu hal lagi yang penting, yaitu aku merasa dihargai. Dihargai oleh orang asing yang justru jaraknya sangat jauh, tidak pernah ketemu dan bahkan mereka tidak tahu wajahku seperti apa! Alhasil aku jadi serba salah. Atau mungkin aku yang belum dewasa dan belum bisa berpikir dengan benar untuk menentukan skala prioritas dalam hidup. Atau mungkin memang ada yang salah dengan diriku? Lol! Mungkin aku saja yang terlalu sensitif, bodoh, manja, lebay dan kekanakan.
Lalu yang ketiga, kesalahpahaman. Ketika itu Lukas butuh bantuan dengan bertanya dan meminta informasi tentang gunung berapi di Indonesia dan hal-hal tentang Indonesia untuk tugas sekolahnya. Aku sudah berusaha mengirim apa saja yang sekiranya dibutuhkan seperti print out tentang Gunung Merapi, souvenir tentang indonesia, dsb. Tetapi mungkin disebabkan oleh kirimanku menggunakan amplop besar dengan volume yang cukup berat sedangkan nominal prangko sebagai biaya pengirimannya kurang yang menyebabkan butuh waktu yang sangat lama untuk sampai ke alamat rumahnya Lukas. Ditambah kiriman berprangko tidak dapat dilacak keberadaannya. Sehingga kami jadi salah paham, mamanya Lukas jadi agak kesal karena mungkin beliau mengira kalau aku tidak mengirimnya dan aku tidak menepati janji. Kami pun jadi sedikit bertengkar dan aku makin merasa tidak enak karena ternyata mamanya Lukas sudah mengirim banyak sekali kartu pos DDR (Deutsch Democratic Republic) berjumlah 75 lembar kartu pos untuk aku karena beliau tahu bahwa aku tertarik dengan hal-hal bertema Uni Soviet termasuk kartu pos. Sepertinya kartu pos-kartu pos ini cukup mahal karena ada isi pesannya, ada prangko dan bahkan cap posnya. Istilahnya “kartu pos ws” atau “writen stamp postcard”. Apakah ini semua koleksi pribadinya mereka juga atau justru mereka beli dengan uang yang tidak sedikit? Aku sungguh takut menanyakannya.
(Lukas dan Proyek mata pelajaran Geografinya, sumber : foto koleksi pribadi Mrs. Kathrin)
*Ngomong-ngomong soal stiker almamater kampusku, pas sekali ketika itu aku sedang di koperasi kampus. Disana aku menemukan stiker ini yang kemudian aku berniat memberikan ini untuk Lukas hanya sebagai souvenir. Aku memberikan stiker ini karena saking aku bingung dan agak susah mencarikan stiker lucu untuk dihadiahkan ke Lukas. Namun aku sama sekali tidak menyangka kalau stiker UNJ tersebut ikut dilampirkan di proyek mata pelajaran geografinya. Aku sungguh senang dan terharu melihatnya. Terima kasih ya Lukas, guru dan teman-teman kelasmu menjadi tahu tentang kampusku, UNJ 😊
Lalu yang keempat, penyebab terakhir.. Kehadiran orang kelima, keenam serta ketujuh diantara kami berempat.. *ceileh. Alias kehadiran teman baru di dekat mereka.
Suatu ketika di bulan Juni atau Juli 2020 mamanya Lukas bercerita tentang teman baru mereka dari Iran yang tinggal di kota yang sama dengan mereka. Sebuah keluarga yang berjumlah empat orang dengan satu anak laki-laki yang masih kecil dan satu anak perempuan yang umurnya beberapa tahun di bawah Lukas. Mamanya Lukas bercerita bahwa mereka orang-orang yang baik. Bahkan ketika mamanya Lukas dirawat di rumah sakit, ibu di keluarga kecil itu membawakan bunga. Awalnya aku ikut senang ketika mendengarnya. Teman-teman baikku di Jerman yang mana aku menyayangi mamanya Lukas seperti aku menyayangi ibuku sendiri, lalu aku menyayangi Lukas dan Leon seperti aku menyayangi adikku sendiri, mereka dikelilingi oleh orang-orang yang baik. Tetapi kemudian ketika aku sering sibuk ke perpustakaan untuk mencari bahan skripsi, berusaha fokus mengerjakan skripsi, bahkan aku sering kehabisan kuota internet, aku jadi tidak bisa berkomunikasi secara intens lagi dengan beliau dan sering terlambat dalam membuka dan membalas pesan whatsappnya. Hingga akhirnya seringkali balasan pesan Whatsappku hanya dibaca saja tanpa dibalas lagi atau sudah dibaca tetapi dibalasnya lama. Sedangkan ketika aku melihat Whatsapp story beliau, mereka sedang jalan dengan teman baru mereka itu. Jujur saja hal ini membuatku ke-trigger parah, over thinking bahkan negative thinking dan justru aku jadi membenci teman baru mereka yang dari Iran itu. Aku mulai merasa sedih, kesal, marah, cemburu, iri, merasa diabaikan, merasa dilupakan dan membuat perasaanku semakin kacau dan terpuruk. Mungkin pengalamanku sewaktu SMP yang pernah dibully dan mendapat penolakan sosial dari teman-teman, membuatku begitu tertutup dan takut memulai pertemanan hingga ketika aku menemukan orang yang sangat baik dan mau berteman denganku, membuatku sebisa mungkin mempertahankan mereka, menjaga hubungan baik dengan mereka, sangat menyayangi mereka dan aku tidak mau kehilangan mereka. Namun justru hal itu membuatku merasa sangat cemburu ketika mereka bersama dengan teman baru. Teman baru itu yang ada di dekat mereka, dapat menghibur dan membantu mereka secara langsung ketika mereka butuh bantuan dan dukungan. Sedangkan aku? Aku jauh di sini, di Indonesia. Ketika mamanya Lukas sedang punya masalah, butuh support dan bantuan, lalu aku bisa apa selain hanya bisa mendoakannya saja? Bahkan kiriman pos yang kemudian menjadi satu-satunya media fisik sebagai penghubungku dengan mereka tidak sampai-sampai ke mereka yang padahal aku sudah kirimkan itu semua di Bulan Juni 2020. Padahal kiriman pos dariku itu berisi hadiah untuk Lukas, Leon, hadiah ulang tahun untuk mamanya mereka, kemudian disusul hadiah ulang tahun untuk Lukas. Korona menjadi penyebab keterlambatan kiriman pos. Bahkan kabar buruknya ada pemberitahuan dari pos Indonesia kalau pengiriman surat, kartu pos, dan segala hal yang menggunakan prangko terbatas hanya ke beberapa negara saja. Sayangnya, Jerman tidak termasuk. Diluar negara-negara itu, hanya bisa menggunakan EMS yang mana biayanya mahal.
(Tangkapan layar, sumber: arsip Instagram story pribadi)
Kenapa aku ngeyel untuk tetap kirim? Karena setelah aku berdiskusi dengan seorang filatelis sekaligus senior di dunia korespondensi, aku memberanikan diri untuk tetep kirim ke kantor pos seperti yang beliau lakukan. “Percaya dengan Pos Indonesia. Kalaupun belum bisa dikirim, pasti akan disimpan dengan baik dan jika sudah bisa dikirim pasti mereka kirim.” Begitu kata Bu Irene Chen. Akhirnya kiriman-kirimanku sudah diserahkan ke petugas di kantor pos. Dengan harap-harap cemas aku rutinkan doa setelah sholat untuk mendoakan keselamatan kiriman-kiriman posku tersebut supaya jangan sampai rusak, hilang, dan segala hal buruk yang bisa terjadi. Betul-betul hanya Allah lah dan petugas pos yang tahu bagaimana nasib dan bentukannya kiriman-kirimanku itu pada akhirnya.
Sudah Bulan Agustus 2020.. Kirimanku belum sampai juga ke mereka sedangkan kiriman mereka banyak yang sudah datang ke rumahku. Aku dan adikku sangat senang karena adikku dikasih kaos oleh mereka. Namun aku sedih karena sudah dua bulan lamanya kiriman-kirimanku tak tahu kemana rimbanya. Hal ini membuatku panik, merasa khawatir dan tidak enak kepada mereka. Padahal biasanya pengiriman ke Jerman hanya memakan waktu sekitar dua minggu tetapi ini sudah dua bulan. Oh iya, karena adanya pembatasan pengiriman pos :'( Aku pun semakin merasa cemburu ketika melihat kedekatan mereka dengan teman baru mereka di Whatsapp maupun di Instagram story mamanya Lukas. Bahkan ketika aku menanggapi storynya dengan bertanya ada apa dengan dia ketika Lukas atau Leon terbaring di kasur, pesanku hanya dibaca. Akhirnya aku berusaha untuk tidak melihat Whatsapp serta Instagram storynya. Tetapi jiwa kepoku selalu meronta dan akhirnya malah semakin membuatku sedih, pikiranku kacau serta cemburu. Beberapa waktu kemudian aku menuliskan pesan ke Whatsappnya tentang perasaanku, perasaan sedihku, lalu kecemburuanku kepada teman baru mereka, diriku yang merasa diabaikan, aku yang merasa kalau mereka melupakanku, perasaan minderku karena jarakku yang sangat jauh dan aku tak bisa membantu mereka apapun, serta aku yang merasa ingin memutuskan pertemanan saja dengan mereka. Namun mamanya Lukas mengatakan bahwa beliau tidak seperti itu. Beliau dan mereka tidak seperti apa yang aku katakan. Mereka senang berteman denganku, tidak melupakanku dan sebagainya. Akhirnya aku pun merasa tenang. Namun beberapa waktu kemudian aku ke-trigger lagi. Kecemburuan, kesedihan dan amarahku pun meledak. Aku marah bahkan bertengkar dengan mamanya Lukas karena aku merasa akun Instagramku dibatasi atau diblok. Akhirnya kami saling blok dan saling menghapus kontak Whatsapp masing-masing. Beberapa kali aku mencoba minta maaf dan memperbaiki semuanya. Namun beberapa kali aku ke-trigger lagi dan secara tiba-tiba uneg-unegku selama ini muncul semua, ditambah besarnya prasangka burukku dan kecemburuanku yang memenuhi hati serta membutakan mata, hingga akhirnya justru menghancurkan semuanya. Kami pun menghapus pertemanan kami di facebook. Kemudian pada 7 Agustus 2020 aku bahkan menghapus akun Postcrossingku. Kalau kalian ngeh dengan foto ketiga di cerita Part 1, kalian bisa melihat kalau akun Postcrossing ku sudah kututup. kemudian entah sudah berapa puluh kali aku menonaktifkan akun facebook dan juga instagramku saking aku merasa ketakutan, diliputi perasaan bersalah, sedih, aku ingin menghilang dari mereka, aku tidak mau mereka melihatku dan aku juga tidak mau melihat mereka.
Lebay? Emang. Aku emang lebay dan aku mengakuinya. Itu lah aku dengan segala perasaanku. Aku juga mengakui dirikulah yang salah. Aku terlalu sensitif, over thinking, negative thinking, sangat mudah panik, cemas, takut, sedih, marah dan kesal dengan segala hal walau sekecil apapun itu. Lukas, Leon dan Mrs. Kathrin mereka sangat baik. Justru aku yang jahat, aku yang sangat buruk, sehingga aku merasa sangat rendah diri dengan semua hal yang ada di diriku. Kasihan mereka, mereka bertemu aku dengan aku yang buruk ini. Mungkin seharusnya aku dan mereka tidak usah ketemu, tidak usah kenal dan berteman sama sekali, pikirku :'(
Akhirnya pertemanan kami benar-benar putus. Tidak ada lagi kontak apapun. Bahkan hobi Postcrossing dan penpaling yang awalnya sangat sulit kutinggalkan akhirnya bisa ku tinggalkan dan berhenti sama sekali. Aku merasa sangat sedih, galau, bersalah, menyesal, murung, dan jadi pendiam. Aku merasa kehilangan yang teramat dalam. Mungkin inilah yang dirasakan seseorang ketika putus dari pacarnya. Namun entahlah aku tidak punya pacar. Kemudian entah kenapa waktunya pas sekali dengan desakan orang tua dan keluargaku yang semakin menjadi-jadi supaya aku segera menyesaikan skripsiku dengan mengejar sidang di akhir semester. Akhirnya aku berjibaku mengejar ketertinggalan dan ketertundaan skripsiku dengan lebih giat bolak-balik ke perpusnas cari buku, lebih rajin lagi bimbingan online melalui Whatsapp ke dosen pembimbing, begadang berhari-hari, tanya temen-temen, kakak kelas bahkan ke adik kelas yang sudah lulus duluan. Aku akhirnya bisa fokus untuk mengejar sidang di akhir semester ditambah dengan motivasi aku tidak mau bayar UKT lagi, karena kasian orang tua. Alhamdulillah akhirnya dengan segala rahmat dan pertolongan Allah serta doa dari orang tua, teman dan keluarga, aku bisa mengikuti sidang skripsi pada hari Rabu, 10 Februari 2021. Aku sangat senang akhirnya kuliahku beres dan aku lulus setelah lima setengah tahun kuliah dengan berbagai hambatan yang ada.
Tiba-tiba, suatu hari di tanggal 6 Maret 2021 aku dikagetkan oleh sampainya dua amplop berukuran sedang berisi hadiah dari Lukas, Leon, dan Mrs. Kathrin. Masing-masing di dalamnya juga ada pesan tertulis tanggal 18 dan 26 Januari yang mengabarkan bahwa kiriman hadiah-hadiah dariku yang dikirim sejak Bulan Juni 2020 akhirnya sudah sampai ke mereka beberapa hari yang lalu (dari tanggal di surat yang mereka tulis)! Wah, Masya Allah, walhamdulillah..! Hurrayyy ^_^
Awalnya aku heran ketika datang 2 parsel dari mereka. Awalnya aku pikir, apa jangan-jangan kiriman hadiah dariku tahun lalu sudah sampai ke mereka, tetapi karena kami putus pertemanan sejak beberapa bulan yang lalu dan mereka masih marah, kemudian mereka mengembalikan semua hadiah-hadiahnya ya? Namun aku singkirkan pikiran itu lalu dengan bergetar aku membukanya. Kemudian… Waah, ternyata justru mereka mengirimkan banyak sekali hadiah yang sangat bagus dan keren! Mereka membalas suratku dan membalas kirimanku! 🙂
(Surat dari Mrs. Kathrin, Sumber: arsip foto pribadi)
Kemudian dengan bahagia dan harap-harap cemas aku menghubungi Mrs. Kathrin lagi di pesan facebook (dalam kondisi kami belum saling add dan confirm akun facebook satu sama lain lagi) untuk mengucapkan terima kasih dan kembali memohon maaf atas segalanya kesalahanku dan semua yang telah terjadi di waktu-waktu sebelumnya. Sungguh tak disangka, respon beliau sangat positif! Beliau tidak terlihat marah lagi bahkan beliau mendoakanku dan keluargaku.. Beliau juga mengatakan bahwa beliau senang mengenalku.. Huaaaa.. Ya Allah, mamaa.. Aku terharu.. :’) Waktu itu saking aku sayang banget dan anggap dia seperti ibuku, aku meminta izin untuk memanggilnya dengan sebutan “mom” atau “mommy”. Kehadiran beliau membuatku sangat senang karena di saat yang bersamaan aku sangat merindukan almarhumah ibuku. Ketika itu beliau juga bercerita bahwa beliau juga kehilangan anak perempuannya, yaitu anak pertamanya yang meninggal ketika masih bayi. Setelah kematian anak pertamanya, beliau hanya punya anak laki-laki. Pokoknya bagaimanapun, aku sangat bersyukur bisa kenal dan berteman dengan mereka. Bahkan kami saling berharap jika suatu hari nanti kami bisa bertemu satu sama lain dan itu menjadi salah satu mimpi besarku. Bertemu mereka secara langsung dengan kondisi aku lancar berbicara dalam bahasa mereka (Aamiin..).
Tak terasa tahun ini hampir menjadi tahun keempat pertemananku dengan mereka. Hubungan pertemanan yang juga mengalami pasang surut selayaknya hubungan percintaan antar kekasih bahkan juga rumah tangga. Hubungan antar manusia memang tak selamanya indah dan berjalan lancar seperti yang kita mau. Ada manis, dan juga ada pahit. Yang jelas mau manis ataupun pahit pasti ada hikmahnya dan aku yang mengalaminya menjadi bisa mempelajari sesuatu dibalik setiap kejadian-kejadian ini. Beberapa hal yang dapat aku ambil hikmahnya adalah :
1) Konsisten dengan ucapan, perbuatan dan keputusan.
2) Jujur walaupun itu pahit. Karena jika tidak jujur, justru akan jadi jauh lebih pahit lagi di belakang.
3) Kurangi perasaan “ngga enakan” ke orang lain.
4) Berusaha bicara dan memberi penjelasan yang jelas, lengkap, agar menghindari kesalahpahaman.
5) Berusaha tenang, tahan emosi, berpikir jernih dan jangan terlalu mengikuti prasangka buruk walau bagaimanapun hal yang tidak mengenakkan terjadi di depan kita. Karena sebagian prasangka itu dosa.
6) Betapa Tuhan Maha Kuasa, Maha Tahu dan Maha Memberi Pertolongan kepada semua hamba-hambaNya dari arah dan dengan cara yang tak disangka-sangka.
Tuhan tahu aku harus segera menyelesaikan skripsiku, yang dimana doa-doa dari orang tuaku juga lah yang setiap hari dipanjatkan kepadaNya sedang dikabulkanNya. Tuhan membuat aku harus benar-benar break dari segala aktifitas yang dapat mengganggu selesainya skripsiku.
Mungkin dengan adanya kesalahan yang kulakukan itulah yang merupakan bagian dari caraNya yang tak terduga itu. Namun, Tuhan sungguh Maha Tahu betapa aku masih sangat menyayangi mereka. Tuhan kemudian menakdirkan kiriman-kiriman dariku yang dikirim 6 bulan yang lalu itu akhirnya sampai juga ke mereka. Padahal sungguh, aku sudah pasrah kalau seandainya kiriman-kiriman dariku itu hilang entah dimana. Tetapi ternyata Tuhan menyelamatkan kiriman-kirimanku itu dengan caraNya hingga semuanya sampai ke mereka di Jerman. Dengan cara itu jugalah Tuhan memperbaiki hubunganku dengan mereka. Masya Allah, walhamdulillah.. Aku tidak tahu harus berterima kasih yang bagaimana lagi kepada Tuhanku yang selalu menolongku bahkan pertolonganNya benar-benar datang pada saat yang tepat. Tuhan memperbaiki hubungan kami yang sudah putus yang bahkan terlihat tidak ada harapan sama sekali dengan cara yang tak disangka-sangka. Tuhan memperbaiki hubungan kami kembali dan bahkan ketika aku sudah menyelesaikan skripsiku dan juga kuliahku! Sehingga aku bisa berteman lagi dengan tenang tanpa desakan dan tuntutan tanggung jawab skripsi lagi, yeaaayyyy!! ^_^
*Ohiya ada sedikit informasi, bagi kalian yang ingin mencari sahabat pena dari Jerman selain melalui Postcrossing, kalian bisa mencarinya di Instagram. Biasanya dengan menggunakan hastag #penpalwanted atau dengan mengunjungi akun-akun Instagram di bawah ini :
- https://instagram.com/penpalsss?utm_medium=copy_link
- https://instagram.com/penpals_wantedd?utm_medium=copy_link
- https://instagram.com/penpalxsearch?utm_medium=copy_link
Kemudian akun Instagram yang ini adalah salah satu inspirasiku https://instagram.com/penpaling_paula?utm_medium=copy_link
Dan yang terakhir jika mau bersahabat pena dengan sesama orang Indonesia bisa dilihat disini ya https://instagram.com/penpaling.id?utm_medium=copy_link
Atau bisa juga mengunjungi grup facebook “Komunitas Postcrossing Indonesia”. Disana banyak juga anggota yang ingin bersahabat pena.
Sekian dari saya, semoga kisah ini bermanfaat dan bisa diambil hikmahnya😊
Perasaan nggak enakan itu memang harus dihilangkan. Berpikir positif itu juga wajib. Kalau saya biasanya menyibukkan diri dengan kegiatan lain sehingga tidak ada waktu untuk berpikir jelek tentang suatu hal.
Terima kasih sudah berbagi cerita ya. Semoga bisa bertemu Lukas, entah di Jerman atau di belahan dunia manapun.
Halo! wah, terima kasih sudah berkenan membaca tulisan saya ya kak🙏😇
iya kak, menghilangkan perasaan ngga enakan ke orang lain emang sudah sepatutnya dihilangkan cuma ya itu mungkin karena sudah terlanjur mendarah daging, lumayan susah. Btw terima kasih banyak atas komentar, saran dan masukannya ya kak 🙏😇 Saya akan terus coba belajar untuk menghilangkan perasaan ngga enakan itu dan terus berpikir positif.
Sama-sama dan terima kasih kembali ya kak sudah berkenan membaca tulisan saya yang masih berantakan ini 😀
Aamiin.. Aamiin.. Yaa Robbal ‘aalamiin… Terima kasih banyak juga atas doanya ya kak🙏😇 🙂