gambar: kereta bawah tanah Berlin

Halli Hallo, (sapaan akrab orang Jerman sehari-hari, biasanya sih untuk orang yang akrab banget, keluarga, sahabat, di telefon, dsb)

Tinggal di Jerman atau di belahan bumi manapun yang budaya serta adat istiadatnya bertolak belakang, pasti menyulitkan kita untuk beradaptasi. Se-easy going apapun kita, kalau sudah ditempatkan di lingkungan yang kebanyakan orangnya nggak easy going, kita lama-lama terpengaruh juga, begitu pun sebaliknya. Salah satu sifat manusia adalah cenderung beradaptasi sesuai lingkungan sekitarnya, agar mereka bisa bertahan hidup, kalau tidak bisa, mereka punya pilihan, tersingkir dari komunitas, pindah dari komunitas tersebut dan mencari komunitas yang cocok untuknya, atau kalau dia orang yang berpengaruh, dia bisa merubah komunitas yang telah terbentuk.

Beberapa kenalan orang Jerman, saat mereka ke Indonesia, mau tak mau juga harus terbiasa dengan cara hidup dan pola pikir orang Indonesia. Ikut kepo, ikut rame, heboh, dan makan sana makan sini, rumpi sana rumpi sini, mereka juga secara nggak sadar ikut terlibat dengan komunitas orang Indonesia yang suka senyum, ramah, hangat kepada orang-orang. Meski demikian, karena pola pikir Jerman yang sudah terbentuk dari lahir, mereka juga tidak bisa atau susah untuk serta merta jadi orang Indonesia sepenuhnya, mereka masih kritis, frontal, dan terang terangan berpendapat tanpa takut menyinggung perasaan orang lain.

Seperti contoh orang Jerman di atas, orang Indonesia pun kalau sudah berada di Jerman, mau tak mau juga harus terlibat dalam sebuah lingkungan di mana komunitas dan budayanya jauh berbeda dari pola pikir orang Indonesia. Tentu saja orang Indonesia tidak serta merta merubah pola pikir mereka, tapi secara otomatis, mereka ikut terhanyut dalam arus Jerman yang membawa perubahan dalam diri dan pola pikir mereka. Banyak hal yang (setelah aku amati) tidak berubah dari kebanyakan orang Indonesia, terserah mereka mau tiggal di kutub atau di belahan bumi manapun. Yakni: SIFAT NASIONALISME, dan CINTA TANAH AIR. Karakter yang terbentuk dan mendarah daging itu rupanya sulit untuk hilang dari jiwa orang Indonesia, seperti naluri untuk beragama, dsb.

Tapi, ada banyak hal yang berubah kalau kalian sudah pernah tinggal di Jerman. Dari segi kebiasaan, pola pikir, pandangan hidup dan sebagainya. Dari banyak hal itu, aku akan memberi 8 contoh subjektif menurut pandanganku saja. Silakan disimak:

1. Manajemen Waktu

Ada satu kisah lucu saat aku mengundang teman-teman kampus untuk makan malam di apartemen. Ada beberapa orang Jerman yang turut diundang juga. Dari waktu yang kita sepakati, pukul 18.00, bayangkan: Hanya satu saja yang datang TET pukul 18.00, nggak kurang satu detik pun, yakni ya orang Jerman itu. Sisanya? sebanyak 11 orang Indonesia lainnya, ada yang 20 menit telat, ada yang datang satu jam setelahnya, rata-rata datang setengah jam setelahnya.

Guru Gamelan pun berkomentar, katanya, “Kalau saya melatih orang Jerman, jam 17.00 ya jam 17.00, mereka sudah duduk rapi, siap dengan alat pukul gamelan masing-masing, jam 17.00 tet sudah dimulai. Tapi kalau sama kalian (orang Indonesia), janjinya jam 19.00, datang jam 19.30, makan dulu, ngrumpi dulu, mulai main jam 20.00,”

Orang Jerman, busyet, amat sangat akurat ketepatan waktunya. Bayangkan kalau saya menjaga anak yang dibayar 10 euro per jam. Kalau saya molor sampai setengah jam, mereka akan menambahkan 5 euro. Karena waktu adalah uang, mereka sangat menghargai waktu. Waktu untuk diri mereka sendiri, maupun waktu orang lain.

Kalau orang Indonesia yang biasa bergaul dengan orang Jerman, tinggal atau bekerja dengan orang Jerman, bisa dipastikan terpengaruh ketepatan waktunya ini. Tapi kalau mereka di Jerman gaulnya sama orang Indonesia lagi dan lagi, ya tetap aja budaya telat itu masih mendominasi.

Masalah spontanitas, orang Jerman merupakan orang yang paling susah untuk di ajak dadakan. Semua harus serba tepat, terorganisir dan nggak bisa mendadak. Butuh janjian jauh jauh hari terlebih dulu. Baca: Jerman Vs Indonesia: Terorganisir Vs Spontan

2. Peduli Sampah

Di Jerman banyak sekali warga pendatang yang juga usil membuang sampah sembarangan. Tapi kalau orang Jerman asli, wuduh busyet, kalian salah membuang sampah kertas ke dalam sampah plastik saja sudah diteriaki (kalau ketahuan sih, hehhe).

Di Jerman, jangankan di taman, di jalan, di manapun, tiap 10 meter, kalian pasti menemukan tempat untuk membuang sampah. Di kereta api, di tiap tempat duduknya pasti ada kotak sampah, sehingga memudahkan orang untuk membuang sampah. Iklan-iklan layanan masyarakat pun digencarkan agar menggerakkan hati masyarakat akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya.

Kalau orang tinggal di Jerman dan pulang ke Indonesia lalu melihat sampah berserakan di tempat rekreasi dan di jalanan apalagi di sungai seperti itu, rasanya uring-uringan. Ini terjadi pada temanku di Bandung dan di Jakarta, kata mereka, “Rasanya aku ingin memunguti sampah itu. Tapi terlalu banyak juga, jadi sebal deh, tapi nggak tahu harus sebal sama siapa.”. Mereka menggerutu dan ingin protes, tapi nggak tahu pada siapa.

Tolonglah, bagi semua yang membaca ini, buanglah sampah pada tempatnya, nggak keren banget tau membuang sampah sembarangan, apalagi sungai. Sebenarnya bukan salah pemerintah juga kalau banjir melanda, kepedulian kita terhadap lingkungan juga kurang, maka dampaknya ya harus ditanggung sendiri.

3. Cinta Lingkungan Hidup

Kepedulian terhadap sampah dan lingkungan hidup juga menjadi dampak bagi orang Indonesia yang tinggal di Jerman. Orang Jerman gencar sekali menggalakkan kampanye untuk melindungi hutan dan hewan-hewan di dalamnya. Termasuk hutan di Kalimantan dan Sumatra. Eh, lha kok orang Indonesianya sendiri mau membabatnya dan kurang peduli terhadap dampak yang akan ditimbukannya.

Penataan kota di Jerman, juga tak luput dari keseimbangan estetika dan alam, sehingga meskipun kota se-metropolitan München yang menjadi kota terbesar nomor 3 di Jerman ini, banyak dibangun gedung-gedung modern, namun, keseimbangan alam itu masih tetap terjaga dengan eksisnya 375 Hektar taman (Englischer Garten) yang terletak di tengah-tengah kota dan merupakan taman raya terbesar di Eropa.

Orang Indonesia yang pernah tinggal di Jerman, mau tak mau akan terpengaruh untuk lebih menghargai lingkungan hidup, tanaman, dsb.

4. Menjaga Privasi Orang Lain

Aku ingin sekali sebenarnya kembali ke diriku yang masih 100% Indonesia. Sekarang, aku tidak tahu kenapa, rasanya sudah terlalu ketularan orang Jerman yang kaku dan nggak suka kepo. Orang Jerman terdidik dari dini untuk menjaga privasi dan milik orang lain. Bahkan seorang kakak atau adik yang masih belia, kalau mereka ingin sendiri dan tidak mau bermain dengan saudara lainnya, mereka akan dihargai privasinya tanpa dicap jelek atau dibicarakan dibelakang apalagi dijauhi. Orang Jerman sadar betul bahwa masing-masing individu punya hak atas dirinya sendiri.

Sekarang, aku ambil contoh diriku sendiri saja, sekarang, kalau aku ingin tanya sesuatu yang sangat pribadi kepada orang yang baru dikenal, contohnya: “Eh, sudah punya pacar belum?”, yang dulu biasa saja aku tanyakan, sekarang jadi deg deg an dan takut setengah mati karena takut itu akan menyinggungnya dan mendobrak ketenangan privasinya dan sebagainya. 

5. Suka Matahari

Saat masih di Indonesia, mau kemana-mana, sukanya bawa payung atau jaket panjang untuk menghidari sinar matahari yang menyengat. Beberapa bulan di Jerman, aku masih saja seperti itu. Tapi setelah bertahun-tahun tinggal di Jerman, yang akan aku ingat tentang cuaca di Jerman hanyalah: Dingin!. Bayangkan matahari cuma ada 3 bulan saja dalam setahun. Itu pun nggak ful 3 bulan, kadang di musim panas pun, bisa hujan es.

Di Jerman, prakiraan cuaca dan obrolan seputar cuaca adalah salah satu topik utama. Bahkan rekan kerjaku bilang, “Kalau di Jerman kamu ketemu orang dan bingung harus memulai obrolan dari mana, obrolin aja tentang prakiraan cuaca,”. Hahha, wajib hukumnya tiap hari mengecek di prakiraan cuaca, apakah hari ini akan hujan, panas, salju, berapa derajat, dsb. Tujuannya apa? Biar nggak salah kostum. Kalau musim panas, kita udah pede banget pakai baju tipis, trus pas keluar kok dingin banget dan turun es, masuk lagi deh buat ganti baju yang sesuai.

Orang Jerman suka sekali, bukan cuma suka malah, cinta banget sama matahari. Kalau matahari bersinar, mereka akan bersemangat keluar rumah, piknik, berjemur atau sekedar hang out sendiri atau sama teman.

orang-orang menikmati matahari di sekitar sungai di Englischer Garten

masih di Englischer Garten

Kalau di Indonesia, boro-boro berjemur di pinggiran sungai kayak gitu, nge-mall aja lebih enak. Tapi wajar saja karena di Indonesia, kita tidak pernah merasakan betapa matahari itu sangat berharga, kan matahari bersinar terus. Oh, rindunya sama matahari di Indonesia. 😀

6. Cinta Binatang

Pernah lihat On The Spot tentang penyelamatan seekor pinguin oleh regu pemadam kebakaran?. Di Jerman pun seperti itu. Binatang, terutama binatang peliharaan, anjing, kucing, tikus, dan sebagainya sangat dijaga kesejahteraannya. Tidak ada seekor hamster yang dikurung di kandang sempit dan tidak bisa bergerak. Seseorang yang ingin memelihara kucing, hamster, burung, dll, selalu mencari tahu atau berkonsultasi ke pakar hewan tentang apa yang harus dilakukannya, tentang bagaimana membuat binatang itu bahagia dan nyaman. Tak tanggung-tanggung biaya yang mereka keluarkan untuk merawat binatang yang disayanginya. Mereka menganggap binatang itu bagian dari keluarganya. Bahkan masing-masing hewan punya asuransi kesehatan dan terdaftar resmi di kantor pemerintah.

contoh kandang tikus atau hamster. Sumber gambar: Pinterest

Dokter hewan dan tukang pijat hewan di Jerman pun sangat populer. Dulu aku berpikir, nih orang gila apa yak, sebegitunya memelihara hewan. Tapi orang Jerman, karena saking pedulinya kepada keberlangsungan hidup seekor hewan, mereka rela merogoh kocek dalam-dalam demi menyelamatkan hewan yang disayanginya. Host familiy ku dulu, kalau pergi berlibur dan menitipkan anjingnya kepada orang, mereka membayar sekitar 500 euro (7,5 juta) untuk seminggu saja.

Banyak juga orang yang saking cintanya kepada binatang dan percaya bahwa setiap binatang itu punya hak untuk hidup selayaknya manusia, jadi vegan. Vegan bukan sekedar vegetarian, selain tidak makan bianatang, mereka juga anti menggunakan produk yang terdapat kandungan binatangnya. Karena mereka percaya untuk mendapatkan kandungan binatang itu, manusia harus membunuh hewannya dulu, dan mereka tidak mau membunuh hewan.

7. Logis

Orang Jerman selalu kritis dan berpikir logis. Oleh sebab itu, banyak orang yang tinggal di Jerman jadi ikut terpengaruh oleh cara pikir mereka yang satu ini. Mereka jadi mengait-ngaitkan sesuatu atau berita dari tingkat kelogisannya. Kalau di Indonesia, kita biasa mendapat berita hoax dan ditelan mentah-mentah lalu percaya begitu saja, tidak demikian kalau di Jerman. Misalnya, berita tentang orang haid yang dilarang minum soda atau es, makan udang campur es jeruk yang bisa menyebabkan keracunan dan kematian, kalau orang Jerman membaca berita seperti itu, pasti bisa dibantai habis-habisan dan tidak ditelan mentah-mentah. Mereka akan bilang: nggak masuk akal, mana ada minum soda saat haid menyebabkan kanker serviks, lha wong, orang Jerman minum soda tiap saat tiap waktu, air putih di Jerman itu bersoda. Mana ada es yang dikonsumsi saat haid menyebabkan penggumpalan di dinding rahim dan menyebabkan kanker rahim. Lha wong, melalui kerongkongan saja, es tersebut sudah meleleh melebur jadi suhu tubuh kita, 37,5 derajat celcius.

8. Taat Lalu Lintas

Orang Jerman sangat tertib lalu lintas. Pasalnya denda yang diberikan kepada pelanggarnya nggak main-main dan polisi sama sekali nggak bisa disuap. Apalagi polisi otomatis berupa kamera yang merekam pengendara kendaraan yang melanggar batas kecepatan.
Saat tinggal di Jerman, kalian akan sangat menghargai pentingnya tertib berlalu lintas demi keamanan diri sendiri dan orang lain.

Aduh-aduh rupanya aku terlalu banyak bacot di tulisan ini. Maaf ya, terlalu panjang nulisnya. Semoga kita segera bertemu di topik berikutnya.

Baca juga artikel menarik lainnya: 16 merk mobil buatan Jerman

Viele Grüße

Comments

  1. Sebenarnya semua itu hal yang wajar sih, hanya saja di Indonesia sering bilang "dimaklumi".
    Saya sendiri kalau ada janjian sama rekan atau malah ada rapat dengan orang kantor pasti mengutamakan datang minimal 10 menit sebelum masuk waktu jam-nya. Begitupun dengan membuang sampah dan lainnya 😀

  2. Hihihi aku punya teman sekarang tinggal di Perancis, waktu di Indonesia dia minder banget sama kulitnya yang coklat eksotis karena dibilang kurang cantik… Pas diboyong suaminya ke Perancis, malah kulitnya dipuji2 dan dibilang cantik banget… 😀

    Untuk urusan kebersihan & taat peraturan emang masyarakat Indonesia harus lbh banyak belajar, tapi gimana mau taat kalau pimpinannya aja gitu mba???? Para pejabat atau PNS bermodalkan plat RFS aja bisa nerobos lampu merah, peraturan jalan & menembus kemacetan pake giung2 motor polisi 🙁

  3. buang sampah sembarangan sama ngaret itu yg kayaknya susah banget hilang dari orang Indonesia 🙁 *ngaku kadang jg suka ngaret tp tengah berusaha bawa2 kantong plastik sendiri utk tempat buang sampah*

  4. Maaf ya OOT. kalo di Jerman pasti ada juga dong blogger ya? ada komunitasnya kah? kalo ada, Giri ikut komunitasnya gak? Bisa juga nih menulisnkan ttg blogger yg ada di jerman plus komunitasnya, jadi pengen tau saya hehe….
    Hebat ya mereka2 itu, membayangkan kalo org Indonesia tepat waktu, cinta lingkungan, buang sampah pada tempatnya dll seperti org Jerman 🙂

  5. Sayang sekali mbak, saya belum menemukan komunitas tersebut, entah belum ada atau saya yang kurang mencari tahu. Bagaimana ya cara menemukan komunitas itu? Saya saja follow para blogger Indonesia yang di Jerman, tapi sedikit yang follback. Sedih rasanya 🙁

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *