Di Jerman, banyak pasangan yang seumur hidup hanya berpacaran ataupun bertunangan saja tanpa menikah. Beberapa hari yang lalu, ibu mertuaku cerita bahwa salah seorang temannya yang sudah berumur 60 tahun, akhirnya menikah dengan kekasihnya setelah bertunangan sekitar 25 tahun lamanya. Di tempat kerjaku, juga ada seorang pekerja yang akhirnya menikah dengan pacarnya setelah berpacaran 30 tahun. Saat kutanya mengapa akhirnya menikah, dia menjawab, “Iya, soalnya kami sudah tua dan mau pensiun. Kalau salah satu diantara kami meninggal tanpa adanya surat nikah, seluruh harta yang kami kumpulkan bersama akan jatuh kepada saudara kami, bukan pada salah satu diantara kami yang masih hidup.” Pikirku, “Kok baru kepikiran sekarang ya? Nah 30 tahun ini kemana saja?” 😀

Banyak alasan mengapa pasangan-pasangan di Jerman tidak mau menikah, selain mengurus surat cerai yang amat mahal dan ribet, salah satu saudara temanku yang sudah berpacaran 14 tahun mengatakan, “Menikah itu bagi kami hanyalah hitam diatas putih. Sejak SMA kami tinggal bersama tanpa menikah dan bahagia. Jadi mengapa harus menikah?”. Terlepas dari berbagai alasan untuk tidak menikah, banyak juga alasan pasangan yang akhirnya memutuskan untuk mengikat janji suci dalam ikatan pernikahan. Berikut termasuk keuntungan yang diberikan kepada pasangan yang menikah di Jerman:

 

1. Bayar Pajak Lebih Sedikit

Jika single, seseorang harus membayar pajak yang lebih tinggi ketimbang jika dia memiliki pasangan. Saat single, NPWP kita adalah di kelas nomor 1, namun ketika menikah, satu diantara mereka yang berpenghasilan lebih besar berada di nomor 3, dan satunya yang berpenghasilan lebih kecil, berada di kelas nomor 5. Kecuali, kalau keduanya memiliki penghasilan yang sama besar. Mereka harus berada di kelas pajak nomor 4, yang artinya, pasangan menikah, tapi potongan pajaknya sama dengan orang single.

Untuk mengetahui lebih jelas tentang pajak-pajak ini, baca: 6 Tingkatan Pajak Penghasilan di Jerman

2. Kompensasi Kerugian Usaha

Jika sang suami bekerja tetap dan memiliki penghasilan tetap serta membayar pajak yang pasti tiap bulannya, sedangkan sang istri punya usaha sendiri, tidak tetap, lalu selalu rugi dan rugi tiap bulannya, pemerintah akan menurunkan kembali pajak yang dibayarkan oleh sang suami kepada negara. Ini dinamakan Verlustausgleich (Loss Compentation), sehingga kerugian sang istri (atau keluarga tersebut) tidak parah-parah amat. 🙂

3. Harta Warisan

Seperti yang aku jelaskan di paragraf pembuka tentang kolegaku yang akhirnya menikah setelah menua bersama, banyak juga pasangan yang akhirnya menikah karena memikirkan harta yang telah mereka kumpulkan bersama. Jika tak ada surat nikah, harta yang meninggal akan otomatis menjadi hak waris saudara atau orang tuanya, bukan pasangannya. Tapi jika mereka menikah, saat (misalnya sang suami meninggal), setengah dari harta suami akan menjadi hak istri, sisanya dibagikan kepada anak-anak. Jika mereka tak punya anak, tiga perempat harta suami akan diberikan kepada istri, lalu sperempat sisanya diberikan kepada saudara suami atau orang tua yang masih hidup. Kecuali kalau sebelum meninggal, sang suami sudah memberi hak waris hitam diatas putih di depan notaris berapa dan siapa-siapa saja hartanya akan diwariskan.

4. BAFÖG atau pinjaman dalam menempuh pendidikan

Jika salah seorang pasangan bukan berasal dari Jerman, katakan saja dari Indonesia, dan punya pacar orang Jerman. Orang Indonesia itu tentu saja boleh menikmati fasilitas pendidikan gratis di Jerman (siapapun boleh). Namun, jika orang Indonesia itu menikah dengan pacarnya yang orang Jerman, tak hanya fasilitas pendidikan gratis, dia bisa mengajukan pinjaman pendidikan atau Bafög. Bafög ini diberikan tiap bulan, berkisar antara 600-650 euro (tergantung berapa penghasilan orang tua di Indonesia). Sekalipun pasangannya berpenghasilan sangat baik dan bisa mencukupi kebutuhan untuk berkeluarga, orang Indonesia tersebut akan tetap bisa dapat Bafög asalkan penghasilan orang tuanya dibawah standart Jerman atau sangat rendah. (sumber: test). Setelah lulus dan bekerja, orang Indonesia tersebut harus mengembalikan separuh dari yang dipinjamnya kepada pemerintah, yakni sekitar 300 euro perbulan sampai pinjamannya lunas.

5. Nama Anak

Jika pasangan tidak menikah tapi sang perempuan hamil, maka anak yang lahir akan secara otomatis membawa nama keluarga sang ibu. Tak hanya itu, meskipun laki-laki ini tetap mau bertanggung jawab terhadap sang perempuan dengan tinggal bersama dan membesarkan anak-anak mereka tanpa pernikahan, jika ada sesuatu terjadi kepada sang ibu (kasus terberat misalnya sang ibu meninggal, maka hak asuh anak-anak mereka akan jatuh kepada nenek dan keluarga dari ibu, karena ayah mereka tidak punya surat nikah yang membuktikan bahwa mereka adalah satu keluarga). Beberapa pasangan yang kutemui dan sempat mendengar cerita mengapa mereka menikah, menuturkan padaku bahwa sangat penting bagi sang ayah untuk menamai anaknya dengan nama keluarganya.

Jika sang laki-laki tetap tidak mau menikahi si perempuan tapi bersikukuh ingin menamai anak mereka dengan nama keluarga dari laki-laki, maka sang laki-laki itu harus mengadopsi anaknya sendiri (alias yang dikandung pacarnya) dan proses adopsi ini pun sangat rumit dan tidak murah. Maka dari itu, menikah adalah salah satu jalan yang bisa ditempuh.

6. Asuransi Kesehatan

Saat single, pasangan laki-laki dan perempuan membayar asuransi kesehatan sendiri-sendiri yang polis yang lumayan mahal. Contohnya, aku membayar untuk asuransi pelajar 90 euro per bulan, dan pacarku membayar 252 euro perbulan. Saat kita menikah, hanya satu orang saja yang membayar asuransi, yakni suamiku, dengan polis 252 euro perbulan untuk kita berdua. Jadi, sudah bayar pajaknya lebih kecil, jaminan asuransi kesehatan yang kami bayarpun lebih hemat. Enak bukan?

Baca juga: Asuransi Kesehatan di Jerman

7. Pensiun

Jika salah satu dari suami atau istri meninggal, yang masih hidup akan mewarisi 50-60% tunjangan pensiun dari yang meninggal tiap bulannya. Sedangkan pasangan yang tidak menikah tidak mendapatkan pensiun pasangannya.

8. Cerai, hak asuh anak dan Harta Gono Gini

Jika pasangan tidak menikah tapi hidup bersama dan suatu saat memutuskan untuk berpisah. Maka hak asuh anak akan secara otomatis jatuh ke tangan ibu. Harta dibagi setengah-setengah untuk suami dan istri (jika mereka menikah). Hal ini pula yang terkesan memberatkan orang Jerman jika mereka memutuskan untuk menikah. Terlebih jika mereka berpenghasilan sangat besar, dan gaji pasangannya sangat kecil. Jika mereka memutuskan untuk bercerai, tak peduli siapa yang berpenghasilan besar atau kecil, harta saat mereka bersama akan dibagi rata. Tentu saja, ini menguntungkan orang yang selama menikah tidak bekerja.

Jika pasangan tidak menikah, mereka harus berkompromi sendiri membagi harta hasil pencapaian mereka saat bersama, akan lebih baik jika mereka punya kontrak hitam diatas putih sebelum memutuskan untuk pisah, kontrak yang membuktikan siapa punya apa, sehingga saat pisah, tidak saling berebut harta. Jika mereka membeli rumah atau tanah bersama, mereka harus mendaftarkan properti tersebut di dinas tanah dan kependudukan untuk pada akhirnya, pemerintahlah yang memutuskan bagian-bagian yang mereka dapatkan setelah pisah.

*

Terlepas dari segala alasan untuk menikah, menurutku alasan yang paling tepat mengapa seorang pasangan memutuskan untuk menikah adalah karena mereka tidak mau berpisah, saling berkomitmen untuk saling mencintai dan tak peduli apapun kerugian dan keuntungan materiil dari pernikahan tersebut, karena hakikatnya menikah bukanlah sebuah ikrar main-main, bukan pula selembar kertas yang sah, tapi juga janji suci dihadapan Tuhan yang tidak bisa dipisahkan oleh manusia atau hukum dunia manapun.

Nah, semoga artikel pernikahan ini bermanfaat, ya. Artikel ini aku tulis berdasarkan pengalaman pribadi, mendengarkan cerita-cerita orang dan juga dari sebuah artikel yang berjudul: Gute Gründe für die Ehe (Alasan Yang Bagus untuk Para Pasutri) yang bisa kalian baca sendiri di: test.de. 

Jangan lupa like facebook fanspage Denkspa untuk mengetahui info harian seputar Jerman, terutama Hamburg (tempat aku tinggal sekarang). Klik di sini untuk like facebook fanpage Denkspa. Vielen Dank (terima kasih banyak)

Viele Grüße

Comments

  1. Kenapa mereka menganggap kurang penting amat menikah, karena mereka juga bisa hidup bersama tanpa terikat pernikahan ya. Jadi pernikahan ya memang, sebatas urusan ini itu di negaranya. Ngomong2 pajaknya tinggi juga untuk para single, haha… Apa ini salah satu cara untuk mendorong warganya agar melegalkan hubungannya dalam pernikahan ya, mba? 😀

  2. Ada teman yg kukenal juga akhirnya nikah, padahal sdh hidup bersama lebih dari 20 thn, anak2nyapun sdh pada nikah, alasannya spt Indra bilang supaya lebih sedikit membayar pajak, soalnya pacarnya itu (sdh jadi suami) sdh pensiun.

  3. mbak, setelah menikah apa bisa langsung legal bekerja di jerman?
    yg tanpa ausbildung .. dll itu.
    apa saja syrat bekerja di jerman?
    thx

    1. Iya, kita dapat hak bekerja seperti orang Jerman.
      syaratnya ya bisa bahasa jerman dan menguasai bidang pekerjaan tsb. Syarat kerja di Jerman mirip2 kok dengan di Indo. Hanya kemampuan bahasa Jerman saja syarat paling mutlak dan susah.

  4. Hallo mb,
    Tolong tanya, fasilitas pendidikan gratis jika menikah dengan orang Jerman, itu apa aja ya?
    Apakah kursus bahasa bisa gratis juga?

    Trimss infonya..

  5. Hallo mb,

    Jika menikah dengan orang Jerman, fasilitas pendidikan gratis seperti apa ya yang didapatkan?
    Apakah termasuk juga kursus bahasa?

    1. Iya, namanya Kursus integrasi bahasa sampai B1. Bisa daftar di kota tempat tinggal setempat.

  6. hallo mba,
    berarti jika kita sdh menikah dengan pasangan kita org Jerman, kita bisa mndapatkan fasilitas gratis kursus bahasa Jerman ?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *