Aku sudah pernah menyebutkan bahwa di Jerman, beli atau nggak beli karcis saat naik kendaraan umum, nggak bakal ada yang tau. Kecuali kalau naik bus yang sepi penumpangnya dan kita wajib menunjukkan tiket yang sudah kita beli kepada supir. Bus yang padat penumpang seperti bus ke arah kota, kampus, dsb, penumpang tanpa karcis bisa masuk di tengah gerombolan orang lewat pintu tengah, supir pun malas mengecek karena mengejar ketepatan jadwal di halte berikutnya.

Supir bis di Jerman nggak butuh uang, mereka butuh waktu! Karena dapat penumpang banyak maupun tidak dapat penumpang sama sekali, gajinya sama saja. Terkadang aku sampai lari pontang panting ngejar sebuah bus. Supir bus itu tau kalau aku ingin naik bus, dan busnya kosong melompong, eh dengan cueknya dia melaju meninggalkanku yang sudah jungkir balik mengejarnya. Mereka nggak mau menunggu satu orang lalu membuat jadwal berantakan karena telat. Orang Jerman suka protes sampai melaporkan ke pusat kalau supir dan masinis sampai telat, parahnya laporan itu benar-benar diproses, ditangani keluhannya, hingga diperbaiki demi kenyamanan konsumen. Kalau di Indonesia, kereta telat kita protes, boro-boro ditindak lebih lanjut, didengarkan saja nggak.

jadwal bus yang terpampang di papan elektronik

Kita bisa beli tiket di bis (kadang di supir, kadang di mesin otomatis yang ada di bis, kereta, atau tram). Namun, lebih baik lagi kalau kita beli karcis sebelum masuk bis dan kereta, yakni di mesin otomatis yang ada di seluruh penjuru stasiun dan di halte bis.

Mesin Karcis

mesin otomatis ini ada di mana saja dan mudah digunakan, kalau tidak bisa juga, tanya orang atau petugas, mereka pasti mau membantu

Saat awal-awal tinggal di München, sempat terpikir olehku dulu, “Wah, kalau ini diterapkan di Indonesia, bisa-bisa nggak ada yang beli karcis nih penumpangnya!”

Setelah berkunjung ke beberapa negara di Eropa, Jerman, Swiss, dan Austria adalah negara yang paling ‘gampang’ untuk menyelundup saat naik transportasi umum. Di Belanda malah ketat sekali, saat naik bus kita wajib memasukkan kartu atau karcis ke mesin pemeriksa yang berada di samping supir, kalau ada penumpang yang terlewat, ada sirine otomatis dan menyala. Begitu pun masuk dan keluar stasiun, ada gerbong pengecek karcis.

Mengapa tidak ada kondektur yang memeriksa? Pemerintah Jerman pasti sudah mempertimbangkan efisiensi dari pemanfaatan tenaga kerja manusia. Bayangkan berapa ribu kondektur yang harus dipekerjakan untuk memeriksa karcis satu persatu kalau di masing-masing kota, terdapat sedikitnya 100 bus damri, kereta bawah tanah dan subway yang juga ratusan yang masing-masing punya 6 gerbong. Sangat tidak efektif.

Mengapa tidak ada mesin pemeriksa seperti di Belanda? Ada, tapi tidak di semua kota. Misalnya di München dan Berlin ada kotak kecil untuk validasi tiket setelah kita membeli di mesin otomatis. Tapi di Hamburg tidak ada. Kotak validasi tiket itu tidak berupa gerbang pencegat yang dijaga satpam seperti di Italia, Belanda, Paris, dsb, tapi kotak kecil yang berada di dalam bus, atau di platform kereta sebelum masuk kereta. Tetap saja orang yang tidak punya tiket bisa masuk bebas.

Jadi, di Jerman, kita bisa saja masuk kereta dan tidak membeli tiket? Tentu saja bisa! Wow…

Tapi ada satu hal yang perlu diingat, di Jerman memang tidak ada kondektur di masing-masing kereta, tapi setiap hari ada petugas yang ditugaskan menyamar sebagai penumpang biasa, lalu saat kereta jalan, pintu gerbong tertutup, mereka menjalankan aksinya dengan menunjukkan kartu identitas petugas pengecekan karcis resmi dan menyuruh kita menunjukkan karcis kereta. Di sinilah kejujuran itu diuji. Kadang kita sudah beli kereta mahal-mahal tapi nggak ada petugas yang menyamar, tapi kalau tidak beli tiba-tiba ada pengecekan.

Kalau tidak beli kereta atau salah beli? Tanpa pandang bulu, lupa beli, pura-pura lupa, salah, pura-pura salah, atau memang sengaja menyelundup, akan didenda 60 euro dan membuat nama kita terdaftar di daftar penumpang gelap. Resikonya nggak main-main.

Pernah aku baca, ada seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di Austria. Tiap harinya selama 3 tahun, dia tidak membeli tiket kereta karena berpikir, “Halah toh nggak ada yang memeriksa, lagipula kalau di denda, paling sekali-kali, lebih murah dendanya ketimbang bayar tiket perbulan.” Akhirnya gadis tersebut pernah tertangkap petugas pemeriksa karcis 3 kali selama 3 tahun tersebut. Gadis ini adalah gadis yang cemerlang lulusan terbaik dengan menyandang predikat cumlaude dari salah satu Universitas di Austria. Lalu dia memutuskan untuk melamar kerja di Perancis dan Jerman. Dari puluhan perusahaan yang dia lamar, tak satupun yang menerimanya. Tau kenapa? Salah satu perusahaan yang menginterviewnya menyebutkan seperti ini, “Sekeras apapun anda berusaha melamar pekerjaan di Eropa, anda tidak akan bisa diterima karena data menunjukkan bahwa anda pernah menjadi penumpang gelap dan beberapa kali tertangkap!”.

Lalu gadis tersebut membela diri, “Tapi saya hanya tertangkap petugas  3 kali saja.”

” Tiga kali itu yang ketahuan, yang berarti setelah sekali tertangkap, anda tidak jera, malah mengulanginya lagi. Kami bisa bayangkan berapa ratus kali anda menipu dan tidak jujur dengan tidak membeli tiket kereta. Perusahaan tidak membutuhkan orang yang tidak jujur.”

Catatan hukum dan apa yang telah kita perbuat di Eropa, nggak hanya tercatat di satu negara saja, tapi langsung menyebar di Uni Eropa.

Bagaimana dengan orang Jerman? Apakah mereka membeli karcis meskipun nggak ada yang memeriksa? Tentu saja. Orang Jerman adalah orang yang paling taat hukum dan peraturan. Selama aku berkenalan dengan banyak orang Jerman, mereka selalu takut kalau tidak membeli tiket, semahal dan seribet apapun, mereka akan tetap membeli. Diperiksa, nggak diperiksa, mereka akan tetap beli tiket, karena mereka sadar bahwa dengan membeli tiket dan jujur, mereka juga membantu pembangunan, melancarkan jalannya transportasi demi kemajuan bersama.

Ada nggak yang menyelundup? Pasti ada. Yang namanya orang nakal dan nggak jujur, pasti ada juga di Jerman, tapi setahuku tidak banyak. Buktinya aku sering masuk kereta dan rupanya ada pengecekan, sering di satu gerbong tersebut bersih, tak ada penyelundup, kalau pun ada pasti cuma satu atau dua orang saja.

Lalu bagaimana kalau kita menyogok petugas tersebut? Hhaha. Polisi, petugas, pelayan masyarakat di Jerman semua anti pungli. Kalau pas tertangkap tapi tidak punya uang untuk membayar denda?

Denda bisa dibayarkan saat itu juga, bisa juga tidak. Saat tertangkap, kita akan diberi semacam karcis yang tertera alamat atau rekening bank untuk membayar dendanya. Kita bisa transfer atau datang langsung ke tempat penebusan dan membersihkan nama kita dari daftar penumpang gelap. Nah kalau kita nggak mau bayar? Batas pembayaran denda adalah 2 minggu setelah terkena denda. Kalau lebih dari dua minggu kita tidak membayar, akan datang surat denda yang jumlahnya lebih besar. Tetap tidak mau bayar? Kita bisa dituntut jalur hukum. Kalau orang Jerman akan dipenjara, kalau orang asing bakal dipulangkan, dideportasi keluar Jerman dan tidak boleh kembali selama 20 tahun lamanya. Catatan ini terbilang kriminal dan tersebar di seluruh Uni Eropa, yang artinya, kita nggak hanya sulit masuk ke Jerman, tapi ke seluruh Eropa.

Kalau kita punya tiket bulanan tapi lupa dibawa? Ada beberapa kota yang tetap mendenda 60 euro, tapi di Hamburg, ada kebijakan membayar denda 2,5 euro saja. Kalau begitu bilang lupa tiketnya saja! Oh, tidak bisa! Saat tertangkap, kita akan diberi surat tilang yang di sana tertera bahwa kita harus membayar denda 60 euro. Saat membayar denda, kita wajib membawa tiket bulanan yang telah kita beli tapi lupa di bawa tersebut. Barulah kita hanya harus membayar 2,5 euro. Kalau tidak ada karcis bulanan tersebut, tentu saja kita harus membayar 60 euro.

Orang Jerman paling anti dengan korupsi yang ujung-ujungnya merugikan diri sendiri, orang lain dan pemerintah. Faktor paling penting dalam membangun sebuah negara yang bersih dan bebas pungli sebenarnya tidak hanya terletak pada pemerintahannya, melainkan pada masing-masing individunya yang sudah sadar akan pentingnya jujur, anti pungli, menghargai dan menjalankan peraturan pemerintah demi kesejahteraan bersama, tidak hanya membuat kaya diri sendiri saja.

Semoga sharing kita tentang karcis kereta dan pungli ini bisa sedikit memberi pencerahan.

Jangan lupa baca artikel menarik tentang 10 hal yang harus diperhatikan saat berada di transportasi umum di Jerman

Viele Grüße

Comments

  1. Weis, sayang banget tu mahasiswinya Mbak. Kejujuran memang yg utama. Saat kita down, dengan jujur insyaallah selalu ada solusi dan ada sang penolong.
    TApi percuma juga lulus kumlot kalo nggak jujur ya Mbak.

  2. Wah saya baru tahu nih klo penumpang gelap datanya bisa beredar secara online juga ya. Saya pernah salah beli karcis, harusnya beli buat tgl besoknya lah ko beli tgl hari itu. Tp ga mau rugi beli tiket baru, besoknya pas naik kereta deg2an setengah mampus takut pas ada pengecekan haha kapok deh salah lagi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *