Hari minggu dengan cuaca buruk memang paling enak dihabiskan di rumah sambil membaca buku atau makan sup pedas. Tapi akhir pekan kali ini, aku dan Tobi nekat keluar kota. Setelah puas mengunjungi desa yang di sana serasa berada di zaman ratusan tahun yang lalu, kemudian naik gondola ke tebing temmpat nenek sihir menari, kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Tapi masih ada satu destinasi lagi yang ingin aku kunjungi, tembok setan.

Baca juga:  Stolberg: Traveling ke ratusan tahun yang lalu 
Harz: Perjalanan Tak terduga ke tebing nenek sihir

Dari katanya: Teufelsmauer (baca: toifelsmaua(r)), Teufel (toifel) yang artinya setan, lalu Mauer (maua(r)) yang artinya tembok, nggak salah donk kalau aku artikan kawasan ini menjadi kawasan tembok setan. 🙂

Letaknya di Blankenburg, masih satu wilayah di Harz, Sachsen-Anhalt. Layaknya legenda yang menyertai candi-candi dan sebagian besar tempat di Indonesia, rupanya ada juga legenda yang menyertai terciptanya tembok setan ini, dari banyak versi, ada satu yang menarik perhatianku, yang mirip dengan kisah candi prambanan.

Konon katanya, saat Tuhan menurunkan setan ke muka bumi, dia disuruh membuat sebuah tembok batasan untuk menandai daerah kekuasaannya. Untuk membangun tembok itu, si setan hanya diberi waktu satu malam saja, yakni sejak matahari tenggelam sampai ayam berkokok. Di malam pembangunan tembok tersebut, rupanya ada seorang nenek yang hendak membawa ayam peliharaannya untuk dijual ke pasar malam. Nenek tersebut melewati daerah setan membangun temboknya. Karena malam gelap gulita, sang nenek pun tersandung batu dan ayam yang dibawanya semburat keluar, gaduh dan berkokok. Menyadari bahwa ada ayam berkokok, si setan pun menyerah dan membiarkan temboknya begitu saja karena mengira malam sudah berakhir, sehingga kalau kita melihat tembok ini, akan nampak seperti tebing tebing yang disusun memanjang dan belum jadi. (sumber: Harzlife)

Tembok ini berjajar sekitar 20 km dari daerah Hallenstedt ke Blankenburg. Karena kami datang dari Blankenburg, kami bisa melihat bagian dari tembok itu sepanjang daerah Blankenburg.

Gerbang tembok setan di Blankenburg

kami harus naik bukit dan melewati jalanan seperti ini

Tembok pertama yang kami lihat, namanya Großvater (kakek), jadi aku namain saja tembok kakek, aku juga bingung kenapa namanya seperti itu

Kami naik ke atas tebing tersebut, untungnya ada semacam pegangan untuk memudahkan kami. Tapi tetap harus ekstra hati-hati karena bebatuan terjal itu agak licin setelah hujan seharian ini

tembok kedua setelah kami turun dari tembok kakek, tembok yang agak hijau, mungkin karena lumut dan fungi ini, namanya tembok nenek

jalanan dari tembok kakek ke tembok nenek, nggak tau namanya apa. Apa sebaiknya aku namain tembok paklek saja ya 😛

hanya terlihat terjal, tapi sebenarnya aman
menemukan tulisan ini di tembok nenek, yang artinya kurang lebih: Siapapun pahlawan yang berjasa, jika orang-orang tidak menemukan (mengabadikan) apa yang telah diperbuatnya, maka tak akan ada generasi penerus yang tahu bahwa dia adalah seorang pahlawan

Karena membentang sepanjang 20 km, kami tak sanggup menyusurinya sampai akhir, padahal tembok setan yang juga sering dijadikan setting pembuatan film di Jerman ini juga menarik untuk dilihat dari arah kota Hellenstedt atau Quedlinburg.

 penampakan tembok setan ini dari kota Quedlinburg

Akhirnya, setelah capek naik bukit, mendaki tebing, dan mengunjungi tebing curam ini, kami pun kembali ke mobil dan pulang ke Hamburg.

Sampai jumpa lagi di topik menarik berikutnya…

Viele Grüße

Comments

  1. Wah seru kayaknya! Kak Girin kalau balik sebentar ke Indonesia, coba ke Bukit Kapur Jeddih di Madura. Medannya nggak semenantang di Tembok Setan ini sih, tapi lumayan buat bersilau-silau ria karena putih semua 😀 eh, apa Kak Girin udah kesana ya sebelumnya…?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *