1. Kehilangan Kunci
Amit-amiiit. Jangan sampai deh kehilangan kunci di Jerman. Di Indonesia, kalau kita kehilangan kunci rumah, kamar, lemari, kunci kantor, kita bisa saja dengan mudah menggandakannya di tukang kunci dan biaya penggandaannya juga terbilang murah. Namun di Jerman? kehilangan kunci atau kelupaan menaruh kunci di dalam rumah sehingga tidak bisa masuk ke dalam bisa jadi malapetaka. Untuk membua pintu dari luar saat kita kelupaan meninggalkan kunci di dalam rumah, kita harus rela merogoh kocek tak kurang dari 100 euro (1,5juta rupiah). Bisa jadi lebih, karena untuk mengundang tukang kunci ke rumah secara mendadak, kita wajib membayar biaya transport kedatangannya, dan membayar jasanya yang tak lebih dari 15 menit itu. Seorang teman pernah kelupaan menaruh kunci di dalam rumah saat dia membuang sampah keluar, pada saat itu kebetulan hari libur, dia harus rela kehilangan uang sebesar 500 euro (7,5 juta) untuk mengundang tukang kunci yang mau datang ke rumahnya di hari libur.
Itu kalau lupa, kalau kehilangan kunci? Berarti kita harus menggandakannya. Untuk menggandakan kunci, kita harus mendapat persetujuan dari pemilik apartemen secara tertulis yang diserahkan kepada tukang kunci dan tak hanya kunci saja yang diganti, tapi rumah kunci di pintu juga harus diganti agar yang menemukan kunci kita tidak bisa masuk ke dalam rumah. Aku pernah menghilangkan kunci di rumah host family aku dulu dan mereka harus mengganti kunci depan rumah, dan kunci kamar aku serta menggandakan kunci mereka lagi dan aku harus membayar setengah dari harga yang mereka bayar, yakni 800 euro (12 juta).
2. MATAHARI
Pernah nggak sih kita sebagai orang Indonesia yang tinggal di negara beriklim tropis bersyukur karena bisa mendapat sinar mentari setiap pagi secara cuma-cuma? Kalau belum, bersyukurlah mulai dari sekarang. Karena di Jerman, orang harus membayar mahal untuk pergi ke sebuah Sonnenstudio (Studio Matahari Buatan). Studio matahari di Jerman memang sangat terkenal meskipun banyak yang lebih memilih untuk pergi berlibur ke negara tropis dan mendapatkan sinar matahri secara alami ketimbang berjemur di bawah sinar matahri buatan. Kendati mahal, orang Jerman merasa vitamin D yang kita dapat dari sinar mentari itu penting, sehingga mereka rela merogoh kocek 3 sampai 5 euro tiap 10 menit. Kalau ke studio matahari 1 jam, berarti kita harus membayar 18-30 euro, anggap saja kita menikmati sinar matahari 2 jam per hari, satu bulan, kita secara tidak sadar menghemat 1.080 sampai 1800 euro atau sekitar 27 juta per bulannya.
Seorang teman Jerman pernah berkata, ‘Aku butuh matahari 5 hari saja untuk tahun ini, makanya aku pergi ke Ciprus untuk 5 hari’. Untuk pergi ke Ciprus demi memperoleh sinar matahari selama 5 hari saja, dia harus membayar sekitar 600 euro. Betapa indahnya Indonesia yang warganya bisa menikmati matahari secara cuma-cuma. 😀
3. Harga TUKANG
Mungkin kita sudah sering mendengar bahwa di Jerman, orang sangat menghargai keahlian. Itu memang benar, harga tukang memang mahal di Jerman. Seringkali ibu mengeluhkan pendapatan seorang tukang di Indonesia yang murah banget. Tukang batu dan bangunan dibayar 60 ribu perhari, dan mandornya 75 ribu. Bapak yang ahli listrik suka membetulkan listrik secara cuma-cuma, tukang kunci, tambal ban juga murah, orang Indonesia yang mempunyai pekerjaan sebagai tukang atau pekerja kasar serabutan selalu identik dengan gaji murah. Tapi di Jerman, semua itu berbanding terbalik. Seperti yang aku jelaskan di atas, tukang kunci dibayar mahal meskipun kerjanya nggak lebih dari setengah jam. Tukang Listrik pun demikian. Untuk mengundang seorang tukang listrik datang membetulkan listrik di rumah kita, kita harus membayar 50 euro, setiap 15 menit yang di gunakannya membetulkan listrik, kita harus membayar 20-25 euro. Sejam kerja saja, tukang listrik dibayar paling tidak 70-100 euro dari perusahaan tempat mereka bekerja. Mengapa demikian? Karena tukang, pekerjaan kasar dan beresiko besar sangat diperhitungkan, orang tidak mau membetulkan listrik sendiri karena takut tersengat listrik, makanya mereka wajib membayar mahal demi orang yang ahli di bidang listrik, demikian halnya dengan tukang kunci.
4. Parkir
Kalau aku dulu selalu marah dan ngomel harus membayar parkir, sejak di Jerman aku baru sadar bahwa Parkir di Indonesia mah murah atuh. Untuk parkir sepeda motor di Indonesia, kita biasa membayar 1000-3000 rupiah tanpa batasan waktu. Untuk parkir mobil, biasanya 5000 rupiah. Tentu saja hal ini juga terbilang mahal kalau kita hanya ke Alfamart beli mie instan doank dan harus membayar parkir segala, lebih mahal parkirnya ketimbang harga mie nya. Di Jerman, apalagi di kota besar, harga parkir dihitung perjam. Sejamnya kita harus membayar 1,5 euro (25 ribu), ini bisa lebih mahal tergantung kotanya, contohnya di München, di tengah kota atau tempat-tempat wisata, kita harus rela mengeluarkan 3 euro perjam, di Amsterdam malah 4 euro per jam.
Meski demikian, di Jerman tidak memberlakukan biaya parkir untuk belanja ke supermarket atau minimarket asalkan tidak lebih dari sejam parkir. Gimana bisa tahu kalau lebih dari satu jam parkir di sebuah supermarket? Setiap pengemudi pasti punya tanda seperti jam yang menunjukkan dia meninggalkan mobil pukul berapa, sehingga pengontrol bisa tahu kalau dia baru saja atau sudah lama meninggalkan mobilnya. Di Jerman, tidak ada tukang parkir, tapi mesin dimana kita harus mengambil sendiri karcisnya dan meletakkan karcis tersebut di dalam kaca depan mobil, sehingga kalau ada pengontrol, mereka bisa tahu bahwa kita sudah membayar karcis parkir. Di dalam karcis tersebut terdapat keterangan kita parkir mulai jam berapa dan berapa lama kita berencana kembali. Kalau ternyata kita molor dan ketahuan petugas pengontrol, kita akan diberi sangsi berupa surat pelanggaran parkir yang diletakkan di depan kaca mobil (dijepit di pembersih kaca depan). Surat pelanggaran tersebut harus kita tebus dengan mentransfer sejumlah uang ke pihak berwajib. Kalau kita tidak mau membayar, akan datang terus menerus surat denda yang akan berlipat jumlahnya.
5. Pelanggaran lalu lintas
Di Indonesia, kita bisa dengan mudah menyebrang jalan bukan di zebra cross atau di tempat penyebrangan, ngebut di jalanan kecil, dsb. Meskipun denda pelanggaran lalu lintas di Indonesia terbilang cukup mahal, namun aku masih belum pernah mendengar orang didenda karena menyebrang jalan. Kalau di Jerman, jika seseorang ketahuan menyebrang jalan bukan di tempatnya, mereka bisa kena denda 75 euro (1juta) dan beresiko kehilangan SIM. Di beberapa tempat yang mempunyai batas kecepatan mengemudi, biasanya ada kamera Blitzer yang bisa memotret plat mobil dan merekam kecepatan pengemudi yang ngebut. Dendanya pun bukan main, sekitar 100 sampai 660 euro tergantung berapa kecepatan mengemudi saat melewati jalan tersebut. Contohnya di sebuah jalan kecil, biasanya batas kecepatan maksimal 30 km/jam dan pengemudi yang tergesa-gesa mengemudi hingga kecepatan 130 km/jam, mereka bisa kena denda sampai 600 euro. Denda yang harus dibayarkan tidak langsung ditempat, tapi dikirim ke rumah berupa surat tilang dan potret mobil yang terekam kamera. Di Jerman, semua kendaraan dan pemiliknya terekam secara internasional di suluruh negara European Union dan mobil yang kita kendarai akan dengan sangat mudah terlacak. Kalau orang Jerman ngebut di Spanyol misalnya, mereka yang mobilnya terpotret, akan juga mendapat surat tilang dan harus membayar Bußgeld (denda) kepada pemerintah Spanyol. Peraturan seperti ini dibuat juga dei menjaga keselamatan pengemudi dan juga orang lain.
6. Download
Seperti yang aku tulis di topik 15 Hal Yang Lazim di Indonesia tapi aneh atau tidak lazim di Jerman , kita harus benar-benar hati-hati dalam membuka situs dan mendownload lagu, film gratisan dari situs illegal karena dendanya bisa sampai ribuan euro. Hal ini biasa kita lakukan saat di Indonesia. Bahkan aku harus menunggu pulang ke Indonesia dulu supaya bisa mendownload lagu-lagu Jerman secara gratis di Indonesia, karena kalau di Jerman, aku harus membeli lagu-lagu tersebut, kalau download gratisan, bisa-bisa kena denda.
7. Pindah RUMAH
8. Biaya satelit penyiaran atau Rundfunkgebühren
Rundfunkgebühren ini mungkin bukan momok bagi orang Jerman sendiri tapi untuk para mahasiswa dan pendatang dari Indonesia yang baru saja menetap di Jerman. Rundfunkgebühren ini adalah uang iuran wajib tiap penduduk untuk melancarkan penyiaran radio, TV, internet dan semua yang berhubungan dengan koneksi satelit. Terserah mau kalian punya TV atau tidak, punya radio atau tidak, punya laptop atau tidak, kalian wajib membayar Rundfunkgebühren sebesar 17 euro perbulan dan dibayarkan tiap 3 bulan sekali sebesar 51 euro. Kabar baiknya, mahasiswa yang tinggal di asrama khusus mahasiswa (studentwohngemeinschaft) tidak perlu membayar Rundfunkgebühren. Aku dulu juga tidak perlu membayar Rundfunkgebühren karena teman se-apartmen-ku telah membayarnya. Peraturannya adalah Rundfunkgebühren dibayar wajib oleh satu orang di tiap-tiap rumah atau apartemen. Kalau mahasiswa yang tinggal sendiri di apartemen atau kamar pribadi, maka wajib membayar Rundfunkgebührennya sendiri. Salah seorang teman mendapat surat dari Kantor ARD (semacam TVRI nya Jerman) yang menyuruhnya membayar rundfunkgebühren sekitar 600 euro karena dia telah tinggal di Jerman selama 2, 5 tahun dan tidak pernah membayarnya. Padahal 2 tahun sebelumnya, dia tidak wajib membayar rundfunkgebühren karena selama itu dia tinggal menumpang di apartemen orang Jerman yang telah membayar rundfunkgebühren untuknya. Untuk menjelaskannya, temanku itu perlu mengirim email, surat, tlp yang ribetnya minta ampun. Banyak orang Jerman yang sebenarnya merasa rundfunkgebühren ini tidak efisien, tidak adil, bersifat pemaksaan, dsb.
Mengingat wajibnya mengeluarkan uang hampir sejuta tiap 3 bulan ini, aku jadi ingat di Indonesia yang untuk memanfaatkan satelit palapa, warga tidak harus membayar mahal, cukup beli TV dan radio saja.
Demikian sharing kita kali ini tentang mahalnya hal-hal sepele untuk orang Indonesia di Jerman. Semoga setelah membaca ini, kita jadi lebih banyak tahu, lebih banyak ilmu dan lebih terbuka untuk mengenal berbagai macam kebudayaan baik dalam maupun luar negeri.
Grüße dari Jerman
bersyukur banget ya tinggal di indonesia yang memiliki iklim tropis, kalau kita tinggal di jerman, mendapatkan sinar matahari aja susah yang ada sinar matahari buatan..
Dan itu mahallll abis. 🙁
Di eropa, money is everything…
Yang gw gak pernah bisa menerima dengan akal sehat adalah yang no 8. What? Mau nonton tipi bayar? Duh capee deehhhh….
Jangankan yang mau nonton, yang nggak punya tipi pun harus bayar loh….dan itu mahal beutt… ;(
Tp sebanding dengan pendapatan dsn mungkin ya . Mimpi utk kuliah di Jerman. Amin
Iya, makanya masih dibilang terjangkau 🙂