Mil-Mil Penuh Dosa ‘REEPERBAHN’

Sebelum aku menulis panjang lebar tentang Reeperbahn, semoga para pembaca sekalian (apalagi yang saat ini puasa), segera menyiapkan doa-doa, bacaan, dzikir, dan pikiran terbuka tentang budaya barat yang sangat kental dengan perbuatan maksiat yang satu ini. Apa sih, lebay ih daku ?. Dua hal saja yang aku ingatkan sebelum membaca: Pertama, PELACURAN di Hamburg itu LEGAL alias diperbolehkan oleh pemerintah, kedua, kalau anda tidak kuat dengan bacaan ini, silakan lambaikan tangan di kolom komentar. ?

REEPERBAHN (baca: Re:perban) adalah sebuah nama jalan sepanjang 930 meter di pusat kota Hamburg, yang sekaligus sebagai salah satu Red Light District dan Pelacuran terbesar di Jerman. Tak ada tempat seperti Reeperbahn yang bisa kita jumpai di kota selain Hamburg.

Saat pertama kali ke Hamburg, aku menumpang nginap di rumah pacar Rabea, namanya Christ. Christ kebetulan tinggal di kawasan St. Pauli, tepat berada di jalanan sekitar Reeperbahn. Aku yang saat itu sudah pernah ke Red Light District di Amsterdam, masih belum juga ngeh kalau Reeperbahn juga kawasan pelacuran (meskipun aku datang di malam hari, dan menyusuri jalanan penuh kelap kelip lampu khas Reeperbahn yang meriah). Mungkin sudah capek saat itu, sehingga aku tak begitu memikirkan ada di belahan neraka mana aku ini. ?

Baca kisah tentang pertemuanku dengan Rabea: Köln: Petir dan Sempitnya Dunia Ini

Christ bersama Rabea begitu semangat mengantarkan aku jalan-jalan keesokan harinya ke Reeperbahn. Mereka sudah pernah Tour bersama rombongan turis secara gratis sebelumnya dan dengan senang hati menjelaskan tentang Reeperbahn kepadaku. Aku tak tahu harus berkata apa saat melihat-lihat apa yang ada di sepanjang jalanan maksiat itu.

Reeperbahn sendiri terkenal dengan nama Kiez (baca: Kietss). Orang Hamburg asli, biasanya akan bilang, “Aku pergi ke Kiez”, yang artinya mereka akan bersenang-senang di Reeperbahn. Jalanan sepanjang hampir satu kilometer ini juga dikenal dengan sebutan ‘MIL-MIL PENUH DOSA’ (Die Sündigste Meile). Wah, kalau tau jalanan ini bergelimang dosa, masih juga padat pengunjungnya. Dasar manusia, ya 😀

Dulunya, sekitar abad ke 17 dan 18, jalanan ini adalah tempat pembuatan tali. Dari namanya, Reep (dari Jerman kuno yang berarti Rope (tali) dan Bahn (Kereta, sarana, alat). Aku berasumsi bahwa tali-tali ini diproduksi untuk kegiatan pelayaran, seperti tali jangkar untuk kapal dan sebagainya. Hal ini wajar karena letak Reeperbahn yang begitu dekat dengan Landungsbrücken dan Altona (pelabuhan peti kemas di Hamburg). Sebelum tahun 1620 an, produksi pembuatan tali ini berada di Neustadt, dekat Elbe. Karena kepadatan penduduk di daerah Neustadt, kemudian jalanan inilah yang digunakan untuk produksi tali-tali itu, sehingga jalanan ini dinamakan Reeperbahn, kalau bahasa Jerman yang baik dan benar akan dinamakan Reiferbahn.

Lalu mengapa jalanan ini disebut mil-mil penuh dosa? Yang sudah berkunjung ke Reeperbahn pasti sudah melekat kuat di ingatan tentang apa saja yang ada di sepanjang jalan ini. Dari ujung jalan daerah St. Pauli, kita bisa menyusuri jalanan yang penuh dengan Bar, Club, Restoran, Toko-Toko peralatan Sex, Bioskop Sex, Live Show Sex (nonton orang nge-sex dengan membayar 2 euro saja), Bar-bar yang menawarkan tarian erotis (table dance dan stripper), tak ketinggalan Male Stripper buat para wanita yang haus akan gairah laki-laki, lalu zur Ritze (yakni sebuah bar erotik dengan simbol wanita mengangkang. Saat masuk ke dalam bar, para pria diistilahkan masuk ke Ritze (ke dalam vagina wanita, yang artinya masuk ke dalam jebakan kenikmatan). Tak hanya itu, sepanjang jalan, akan kita temui puluhan pelacur, baik di dalam kawasan Red Light atau pun di jalanan. Sebagai info, para pelacur ini bekerja resmi dan membayar pajak kepada negara, loh, seperti Dolly jaman dulu, kali ya. Para wanita penggoda setengah telanjang menari-nari dan mendekati kaum pria sudah tak menjadi pemandangan yang asing di jalanan ini. Bahkan saat berjalan-jalan bersamaku, Dendi (sahabat dari Indonesia) juga digodai dan dipegang-pegang oleh para wanita itu sambil bilang, “Konichiwa!”. Eh, mbak, emang tampang kami Jepang banget, yak? Batinku. Atau jangan-jangan mereka bilang Konichiwa ke semua orang Asia. Kayaknya sih begitu. ?

Di sepanjang jalan ini, ada peringatan larangan membawa senjata tajam, pistol, dsb. Kalau malam minggu, kita naik kereta dan nggak sengaja melintasi stasiun Reeperbahn, bisa dipastikan bertemu dengan banyak orang mabuk. Sehingga malam minggu dan hari libur kawasan ini dijaga ketat oleh polisi.

Uniknya, tak seperti Red Light distric di Amsterdam, kawasan Reeperbahn ini benar-benar mentereng tanpa tedeng aling-aling bahwa kawasan ini merupakan kawasan maksiat, dengan lampu-lampu warna warni sepanjang jalan menghiasi toko-toko peralatan mesumnya. Meski demikian, seperti di kawasan Red Light  lainnya, di Reeperbahn, juga bisa kita jumpai pemukiman penduduk yang juga dihuni anak-anak, kantor polisi, museum, perkantoran, taman, dsb. Tak melulu tempat maksiat, kok. Bahkan St. Pauli Kirche (Gereja St. Pauli) juga terletak di sekitaran Reeperbahn. Tuh kan 😀

Kalau berkunjung ke Hamburg. SANGAT AMAT TERAMAT disarankan untuk sekali saja berkunjung ke Reeperbahn. Kenapa?

1. Untuk mengenal Budaya Hamburg
Reeperbahn, meskipun kental dengan maksiatnya, tapi ada beberapa spot unik dan menarik yang kental dengan sejarah yang tak boleh dilewatkan saat berkunjung ke Hamburg. Sehingga, buat apa berkunjung jauh-jauh ke Hamburg kalau cuma ingin melihat Katedral atau taman indah yang gitu-gitu aja?. Akan malu banget kalau kita cerita kepada orang Jerman bahwa kita sudah pernah ke Hamburg, tapi tidak mampir ke Reeperbahn. Nah, kemana aja?

2. Icon Hamburg
Saat pertama datang ke Hamburg, meskipun kurang suka dengan kawasan pelacuran, Rabea meyakinkanku bahwa Reeperbahn ini begitu terkenal dan merupakan Icon Hamburg, sehingga rugi banget kalau kalian tidak mampir ke sini. Bahkan ada lagu yang begitu terkenal sepanjang masa ‘Auf die Reeperbahn Nachts um Halb Eins’ yang juga soundtrack Film dengan judul yang sama pada tahun 1954. Jadi, tak ada orang Jerman yang tak kenal tempat legendaris ini.

3. Mengenal Hamburg dari sisi yang lain
Di setiap kota atau daerah, pasti punya sebuah nuansa yang berbeda. Yang membuatku jenuh dengan München adalah nuansa kotanya yang SELALU terkesan rapi, bersih, tentram, tak menantang. Tapi begitu ke Berlin yang memadukan antara kemegahan dan keindahan bangunan dengan para gembel rusuh sepanjang jalan itu, aku jadi lebih terkesan. Jadi tak melulu indah menurutku lebih seimbang.

Bagaimana cara ke Reeperbahn

Saat ada teman yang berkunjung ke Hamburg, wajib buatku untuk mengantarkan mereka jalan-jalan. Aku suka menjadi guide gratisan di Kota Hamburg. Hhehe. Sehingga aku pun tahu bagaimana cara terbaik untuk pergi ke Reeperbahn.

1. Cara pertama, kalau kalian ada di Hbf (stasiun utama), naiklah Underground Train (U3) jurusan Schlump/Barmbek, lalu turun di stasiun St. Pauli. Ambil Exit ke arah Reeperbahn, nyebrang perempatan jalan satu kali dan kalian akan menyusuri jalanan Reeperbahn mulai ujung Barat sampai ke Ujung Timur. Setelah puas di gang Große Freiheit, ambil laju jalur sebrang untuk menyusuri gang yang akan membawa kita ke Landungbrücken. Di sana, ada objek yang sangat menarik untuk dilihat.

2. Cara Kedua, masih dari Hbf, ambil platform (gleis, atau jalur kereta) nomor 1, naik Subway S3 jurusan Pinneberg (jangan Altona), atau S1 jurusan Blankenese. Lalu turun di stasiun namanya Reeperbahn. Di sana, kalian akan tiba di ujung jalan paling timur. Dari sana, kalian bisa menyusuri jalanan Reeperbahn dari ujung timur ke barat.

turun di stasiun ini, lalu ikuti exit ke kanan (ke arah Beatles Platz atau Große Freiheit)

3. Cara ketiga, masih dari Hbf, kita bisa naik S3 (Jurusan Pinneberg) atau U3 jurusan Schlump/Barmbek, lalu turun di Landungsbrücken. Dari sana, kita bisa jalan ke tangga yang di Hotel Hafen Hamburg (hotelnya berada di atas bukit gitu). Lalu, menyusuri jalan di belakang (atau di depan, aku nggak pernah masuk hotelnya, hehhe). Jalan saja ke arah Utara (atau Barat Daya), lewat gang-gang dan taman, gedung-gedung, lalu akan ketemu jalan besar. Jalan itu adalah jalan Reeperbahn. Cara ini agak membingungkan, tapi aku suka lewat sini karena sekalian jalan-jalan. Kalau pertama kali ke Hamburg, lebih baik pakai cara pertama atau kedua.

Reeperbahn berada di pusat kota. Jadi, sebenarnya kalian tak perlu khawatir kesusahan untuk menemukannya. Yang bikin susah, kalau pas ke sana, nggak ada teman atau pun guide untuk di ajak bicara.

Meskipun Reeperbahn tergolong kawasan aman, kalian juga harus hati-hati terhadap barang bawaan kalian. Di sana, akan banyak gelandangan dan tuna wisma. Mereka nggak bahaya kok, tapi seringnya mereka mabuk dan berkelahi dengan orang lain. Jangan sampai kita terlibat dan terkena imbasnya.

Nah, di postingan berikutnya, aku akan jelasin spot-spot unik dan menarik yang bisa dikunjungi di Reeperbahn.

Baca: 7 Spot Unik di Reeperbahn

Liebe Grüße

4 Comments

  1. Halo Mbak, lama nggak mampir, rempong di ramadhan ini. Sehatkah?

    Wah aku nggak dadah dadah, kubaca sampai tuntas, hehehe. Sambil mengernyitkan dahi tentunya. Setiap dimensi bumi punya ceritanya masing2 ya 🙂

  2. Reeperbahn yang konon aman yang namanya kejahatan ada aja ya
    waduh bacanya gimana gitu ya, ngilu banget
    sepertinya sengaja dipasilitasi gitu ya
    hehe, weh Maya sok tahu ah

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


x

Related Posts

5 Asuransi Terbaik di Jerman dan Cara Daftarnya
Halo, teman-teman Denkspa! 👋 Hari ini aku mau ngobrol soal asuransi kesehatan di Jerman. Buat kalian yang baru mau pindah ke Jerman, m...
Perbandingan BPJS di Indonesia dan GKV di Jerman
Halo, teman-teman pembaca Denkspa! Sebagai seseorang yang pernah tinggal dan bekerja di Jerman, saya sering mendapat pertanyaan seperti ini: “Ba...
Panduan Menulis Motlet dan CV untuk Apply Visa FSJ/BFD ke Jerman
Program FSJ (Freiwilliges Soziales Jahr) dan BFD (Bundesfreiwilligendienst) di Jerman adalah bentuk layanan sukarela di Jerman yang ditujukan unt...
powered by RelatedPosts
Ada yang ingin ditanyakan?