Di kota-kota besar seperti di Jakarta dan Surabaya, sering (meskipun tidak banyak) kutemui supir bus wanita. Namun, berbeda sekali saat kita masuk ke daerah suburban atau desa. Seperti kota asalku, Batu, di mana hampir tak ada wanita yang bekerja di bidang pekerjaan pria. Lalu bagaimana dengan di Jerman?
Aku pernah bertanya kepada seorang kenalan tentang kehidupan wanita Jerman. Dia bilang, “Oh sangat berbeda sekali kalau kamu lihat wanita Jerman sekarang ini dengan 50 tahun yang lalu saat aku masih kecil. Dulu adat istiadat yang membingkai dan membatasi gerak wanita sangat terasa sekali. Misalnya aku nggak boleh pacaran di luar rumah, lalu ibuku juga hanya jadi ibu rumah tangga, ayahku saja yang bekerja. Tapi sekarang kamu bisa lihat sendiri, tak ada batasan bagi kaum wanita untuk memilih pekerjaan yang mereka inginkan, meniti karir, jadi pemimpin, berpendapat, punya hak yang sama dalam hukum dan pemerintahan.”
Apakah kalian sudah tahu kalau perdana menteri Jerman, Angela Merkel, yang menjabat sebagai perdana menteri di Jerman, adalah wanita yang paling berpengaruh di Eropa dan dunia (edisi majalah Forbes). Hal ini saja sudah membuktikan bahwa wanita di Jerman, amat sangat dipertimbangkan serta diperhitungkan dalam dunia politik dan perekonomian.
Di Jerman, ada juga norma tak tertulis, di mana tata krama menjabat seseorang, wanita yang diutamakan dijabat tangannya terlebih dahulu baru pria.
Baca ulasan lengkapnya: tata krama berjabat tangan di Jerman
Awal-awal kedatanganku di Jerman, aku sering terkejut menemui supir bis, masinis, satpam, supir truk container, tukang bangunan yang tak hanya pria tapi juga wanita. Sekarang, tentu saja sudah biasa melihatnya karena aku tahu di Jerman, wanita dan pria punya hak yang sama untuk memilih pekerjaan yang mereka inginkan.
Bagaimana kehidupan rumah tangga wanita di Jerman? Kalau kalian berada di Jerman, pasti akan sering sekali menemui bapak-bapak dengan kereta bayi belanja di supermarket atau kumpul dengan bapak-bapak yang lain yang juga membawa kereta dorong berisi bayi-bayi mereka. Sangat menggelikan untukku karena aku dididik dan dibesarkan dengan pola pikir bahwa tugas mengasuh anak itu adalah tugas perempuan. Sedangkan laki-laki tugasnya adalah mendidik, mengayomi keluarga, serta mencari nafkah.
bapak-bapak mengasuh anak |
Pola pikirku terbantah saat tinggal di Jerman dan menemukan bahwa pria Jerman adalah pria yang tak risih dan tak segan mengerjakan pekerjaan wanita. Mereka bisa masak, mencuci dan menjemur baju, mencuci piring, mengasuh anak, dan melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya. Bagi mereka, hal ini tidak mengurangi kejantanan mereka sebagai pria, tapi karena mereka turut bertanggung jawab terhadap anak-istri dan keluarga, disamping mencari nafkah tentunya. Dengan demikian, mereka juga turut merasakan bagaimana berat dan susahnya mengatur rumah tangga.
Robert, host father-ku dulu di München, ketika pulang kerja jam 6 sore, dia juga harus belanja, lalu membersihkan dapur sambil menggendong anak-anaknya yang bergelantungan di kaki dan punggungnya karena ingin memeluk papanya sepulang kerja. Kadang dia masak untuk kami juga, mengeringkan baju, melipatnya, lalu menyiapkan meja untuk makan malam. Semua itu tugasnya sepulang kerja, meskipun dia sudah bekerja di kantor seharian.
Kadang aku protes kepada Nadja, host mother-ku, karena merasa kasihan sama Robert, keluargaku di Indonesia, aturannya kalau suami pulang ya dijamu, tinggal makan, dilayani, istri sudah dandan yang cantik. Robert, bukannya malah membelaku, dia malah bilang seperti ini, “Aku senang kok melakukannya, sudah kebiasaan dari kecil, lagi pula, istriku kan nggak nganggur saja di rumah, aku kerja, dia juga kerja ngurus anak dan rumah. Kita kan satu tim!”
Wow, aku terkesima sekali dengan jawabannya yang bijak tersebut. Enak sekali wanita di Jerman. Selain itu, di Jerman keputusan untuk mempunyai anak adalah keputusan bersama. Kalau cuma wanitanya saja yang ingin punya anak tapi laki-lakinya tidak? Ya mereka akan menunggu sampai laki-laki berubah pikiran atau tidak punya anak selamanya, atau berpisah.
Di Jerman, komunikasi antar pasangan adalah urusan nomor satu. Begitu juga dalam hal keuangan. Di Indonesia, meski tak di semua daerah, aku mengenal semboyan wanita atau istri, “Uangmu uangku, uangku uangku”.. Di Jerman, banyak pasangan yang punya keuangannya masing-masing, banyak juga yang bersama-sama. Tapi masalah siapa yang mengatur keuangan, itu bukan hak wanita, melainkan keputusan bersama.
Kollega ku contohnya, dia perempuan yang mengatur keuangan keluarganya, suaminya kerja, dia pun kerja. Banyak kasus, suami yang mengatur keuangan rumah tangganya, mereka juga menafkahi istri dan keluarga juga. Meskipun istri kerja, suami tetap memberi nafkah kepada istri juga. Tapi keputusan ini tidak serta merta ada, melainkan dari diskusi oleh pasangan tersebut.
Banyak juga wanita yang memilih untuk berumah tangga, tapi masalah keuangan tetap sendiri-sendiri karena mereka juga ingin bebas berkarir, berpenghasilan lebih besar, tidak ingin berada di bawah kendali laki-laki hanya karena uang, dsb. Dari sini kita bisa lihat bahwa wanita Jerman punya hak dan kewajiban yang setara dengan laki-laki dalam hal memutuskan sebuah kebijakan untuk dirinya sendiri maupun keluarganya.
Di Jerman, tak ada wanita yang dihakimi sebagai wanita murahan, asusila, kalau mereka merokok, minum bir, minum alkohol, dsb. Menurut orang Jerman, masing-masing orang punya hak atas dirinya sendiri, mereka tidak berhak menuduh orang lain seenaknya. Selama mereka sopan, menghargai privasi orang lain, tidak mengganggu, dan diluar kebiasaannya tersebut, mereka adalah orang yang sopan, pekerja keras, serta bertanggung jawab, para wanita ini tidak akan dituduh ini itu, dicibir, diomongin dibelakang. Itukan urusan mereka, kita punya urusan sendiri yang lebih penting.
Orang Indonesia terlalu sibuk dengan pencitraan, terlalu pusing memikirkan apa yang dikatakan orang lain, apa yang dilihat dan dipikirkan oleh orang lain atas diri mereka. Sehingga sangat penting bagi mereka kalau terlihat baik dan menyembunyikan apa yang dikatakan orang lain ‘tidak baik’. Mengapa tidak jadi diri sendiri saja? Mengapa tidak mengurusi urusan sendiri saja? Bukankah akan lebih harmonis kalau kita menghargai dan menghormati orang lain atau wanita yang ingin menunjukkan jati dirinya, tanpa harus berbohong, tanpa harus menutup-nutupi agar kelihatan ‘baik’ di mata masyarakat. Bukankah masih banyak hal yang lebih penting untuk diurus?
Laki-laki dan wanita di Jerman punya hak hukum, politik, kebebasan berpendapat, mengatur rumah tangga, dan hak asasi yang setara, tanpa adanya ketimpangan sosial dan bantahan ngalor ngidul bahwa wanita itu seharusnya, hakikatnya bla bla bla….Bukan berarti wanita di Jerman lalu lupa hakikatnya sebagai wanita yang bertugas sebagai ibu rumah tangga. Wanita Jerman sangat tegas dan bertanggung jawab, juga sangat mandiri, tidak tergantung pada laki-laki.
Wanita juga manusia, mereka tidak lemah, mereka adalah aset dunia yang kelak melahirkan generasi muda penerus bangsa.
Happy International Women’s day!!!
Selamat hari wanita sedunia!!
Jika kalian merasa terbantu, tercerahkan atau mungkin terselamatkan dari info-info yang kami tulis, kami akan sangat berterima kasih jika kalian mau sedikit berdonasi untuk denkspa. Donasi tersebut akan sangat mendukung dan memotivasi kami untuk tetap memberi info secara jujur, transparan dan fair tentang apapun di Jerman. Caranya bisa klik di sini:
Youtube channel belajar bahasa Jerman dan seputar Jerman: Youtube Denkspa
Viele Grüße
Belajar bahasa jerman sulit gak sih min? Penasaran dengan bahasa negara tersebut..
Investasi Apartemen di Signature Park Grande Oleh Pikko Group
Tukang bangunan cewek banyak jugakah? salut Mbak !!
Memang harusnya gitu ya. AKu setuju banget kalo lelaki pulang kerja juga urus rumah hehehe, IRT juga rempong. MAlah dari subuh sampai subuh lagi
Disini juga banyak kok girin praktek2 seperti itu. Aq dan banyak temen2 ku, juga orang isekitar kampungku, banyak para suami yang ikut bantuin istrinya. Kesadaran kalo ternyata tugas momong itu berat bikin bapak2 ini mau bantuin cuci piring, cuci baju sendiri, masak, bantuin momong anak, dll. Kayaknya mindsetnya udah mulai bergeser
susah juga sih,,,coba cek artikel seputar bahasa Jerman di blog ini…banyak keruwetannya .D
Malah IRT itu kerjanya full time ya mbak 😀
Wah itu bagus sekali Chori,,,justru kalau pria yang mau membantu istri dan bisa masak itu jadi lebih sexy ketimbang yang trimo dadi 😀
Aku nyasar ke tulisan ini karena di blogku ada cowo yg nanya karakter cewe Jerman bgm sih 😀 . Girindra pernah bahas ga mengenai cewe Jerman?