Pernah ada salah satu anggota AFA memulai diskusi hangat seperti ini:
“Semoga ada yang paham. Kenapa ya semua hal yg berhubungan dengan au pair dsb ini jarang di ekspose media??misalnya seperti jadi bintang tamu di hitam putih/ kick andy. Sebenernya pertanyaan ini merupakan keresahan buat yang muncul di otak saya, karena saya sempat berfikir kenapa di usia yg sudah bisa di katakan “terlambat” ini saya baru mendengan tentang au pair dsb, bahkan saya berani menjamin kebanyakan teman saya juga sama seperti saya,tidak tahu akan hal ini..padahal sy mempunyai cita2 yang besar untuk bsa pergi ke dunia luar,
Coba kalau hal hal tentang au pair dsb ini bisa lebih di ekspose/di beritakan di media masa semacam koran dll, pasti banyak anak negeri yg akan senang dan mendapat inspirasi atau motivasi untuk dapat ke luar negeri.
Terimakasih sebelumnyaa ” (sumber: AFA (RA,2019))
Baca juga: Seputar Au Pair
*
Kemudian ada beberapa tanggapan, seperti ini:
“Pengen share aja…. Aku di indonesia pnya tetangga, dia ky semacam petinggi gt lah di desa… Semua orang hormat sm dia… Pertama dia denger kalo aku mau brgkat ke jerman, dia excited bgt dan heboh kalo ada yg mau brgkat ke jerman. Ketika dia tau kalo aku ke jerman sbg au Pair, dia woro2 ke tetangga yg lain : yah jaman sekarang TKW yg biasa ke hongkong/arab saudi pada bergeser ke eropa(?) Disitu lah sy merasa sakit, dianggep TKW🤣”
*
“Mau share juga dong 😅, setelah lapor diri via online, wkt itu aku di berlin, lalu aku ke kedutaan cetak bukti lapor diri trus ditempel di halaman paspor, beliau tau kalo aku au pair, trus bilang gini “abis ini nanti bilang ya ke MAJIKANMU untuk bla bla bla….” nyesek dengernya akutu”
*
“Kok sedih ya bacanya ðŸ˜. Kebanyakan orang mikir kalo aupair itu semacam tkw yg kerjanya jadi asisten rumah tangga. ðŸ˜ðŸ˜”
*
Dan banyak lagi komentar lainnya. Jika kalian ingin melihat sendiri, klik di sini
Pertanyaan yang juga sering muncul di benak saya dan kadang juga sedih melihat kenyataan bahwa org Indonesia sendiri (meski ga semua) tapi masih banyak yg menganggap au pair adalah seperti domestic workers. Aku sering dengar kalau kita memperkenalkan diri di depan org Indonesia yg bahkan sudah di Jerman bahwa kita melakukan au pair di Jerman, mereka akan bilang: Oh Cuma au Pair? 🤔 Atau obrolan akan berubah dan cenderung menjauh karena kita dipandang sebelah mata.
Sering anak2 au pair berpura2 menjadi student supaya mereka bisa membaur di PPI dan komunitas lain.
Saat mewakili AFA di Deutsche Welle beberapa wktu yg lalu, kita dari AFA udah memberikan booklet untuk dibaca seputar au pair, FSJ, dan ausbildung dengan harapan anak2 au pair Indonesia bisa terekspos dan org di Indonesia sendiri tau apa itu au pair, namun meski kita disambut ramah, kita ga jadi diwawancarai karena … I don‘t know??
Saat bertemu Kedubes di Berlin, dia menyerahkan kita kepada PWNI BHI untuk diskusi bareng (karena ga punya wktu lebih dan PWNI BHI yg lebih tau per au pair an dan masalah2nya), tapi juga tak ada follow up. Begitu pun saat di KJRI Hamburg. Sekuat apapun kita menjelaskan bahwa au pair itu bukan babu, tetap aja ada pihak (aku ga mau nyebutin siapa) nyama2in kita dengan kasus di Hongkong dan Saudi. Saat kita membuat acara, dipinjami tempat, didukung, namun, mereka sama sekali ga menyinggung dan menampilkan acara kita di depan rentetan acara tahun lalu yg digelar di kepemerintahan, seolah terlupakan.
Hanya IASI (Ikatan Ahli Sarjana Indonesia di Jerman) yg sejauh ini selalu mendukung dan mensupport keberadaan AFA dan selalu optimis bahwa pemuda Indonesia yg ke Jerman melalui jalur au pair penuh gairah dan perjuangan. Semoga saja presiden IASI tidak ganti lagi🤣.
Menurut pengamatan yg aku lakukan, meski sekuat tenaga kita ingin tampil, dan memberikan yg terbaik, apa yg kita lakukan di Jerman belum pas atau sesuai dengan wacana pembangunan pemerintah di Indoensia. Aku baca-baca wacana baru seperti membangun/merancang energi terbarukan oleh pemerintah Indo sedang digalakkan, berikut sistem Pendidikan Vokasi di bidang industri, energi terbarukan, dsb. Namun, kebanyakan anak AFA di sini kerja sebagai perwawat, perhotelan, hospitality. Jadi ga nyambung ama program pemerintah. Sedangkan kalau kita mau masuk di bidang itu untuk azubi, masih org Jerman dan EU yg didahulukan. Jadi, kembali anak2 kuliah yg diekspos, terutama mereka yg kuliah di jurusan yg saat ini sesuai dengan program pemerintah untkk membantu membangun pemerintah Indonesia.
Baca juga: Menjadi Au Pair lewat jalur mandiri
Padahal, membangun Indonesia juga ga melulu tentang perindustrian menurutku, di bidang sosial pun Indonesia masih perlu dibangun dan itu butuh anak2 au pair, fsj dan azubi yg mau menyumbangkan ide untuk membangun Indo baik dari Jerman maupun dari Indonesia, tapi, yah lagi2 siapa yg mau membuka pikiran journalist atau talk show seputar itu? Kita toh ga bisa meyakinkan siapapun.
Pernah kepikiran kalau anak AFA membuat buku cerita perjuangan sampai jerman, dsb. Namun hanya ada beberpa cerita terkumpul dan ga bisa dijadiin buku. Anak2 AFA yg settle down di Jerman, punya gaji tetap, suami org Jerman dan kehidupannya aman2 saja memilih untuk stay away dari drama anak2 Indonesia lainnya. Hanya segelintir yang peduli dan mau, ada pengurus AFA yg aktif, ada yg cuma numpang nama, ada yg ga tau harus ngapain, dan semua lagi2 bukan salah kita. Mgkin hanya waktu yg bisa menjawabnya 😊. Btw udah ada kok yg diinterview di jawapos TV pas FSJ, Zahra Inatsa Hauna misalnya, ada juga dulu au pair Prancis yg diinterview dan masuk koran Kompas juga. Jadi paling ga ada. Meski ga di hitam putih/kick andy. Dan ga harus di sana juga, sekarang youtube pun udah banyak menayangkan seputar itu dari narasumbernya langsung.
*
Nah pertanyaan selanjutnya sat diskusi tersebut dibagikan oleh salah seorang dosen di beranda facebooknya adalah:
Memangnya kenapa, ada apa dengan pembantu rumah tangga?
Tidak mengapa-mengapa. Tetapi di Jerman status pekerja rumah tangga tidak sama dengan status Au-pair. Lagi pula pekerja RT seperti yang dikenal di Indonesia tidak ada di Jerman. Dan ini harus dijelaskan di sini! (YM, 2019)
Tidak ada yang salah dengan pekerjaan apapun, bahkan pembantu rumah tangga sangat mulia, yang salah adalah asumsi masyarakat kita terhadap sebuah pekerjaan yang membuat stereotype pekerjaan tersebut menjadi lebih rendah maupun lebih tinggi dari pekerjaan lainnya. Begitu pun au pair, kita ga masalah dianggap babu atau pekerjaan rumah tangga, jika yang bilang orang Jerman, malah bangga karena kita tahu, nanny di Jerman ada kuliahnya dan orang Jerman membayar gaji nanny setara dengan pegawai kantoran bahkan mungkin lebih besar (setahuku gaji nanny di Jerman sekitar 2400-3000 euro Brutto dan itu sama dengan gaji Beamte, pegawai negeri di bereich Lebensmittelkontroller, aku tahu karena ada kenalan).
Nah, ketika pemuda ke Eropa sebagai nanny atau au pair, orang Jerman cenderung menganggap, wow, anak ini berani banget mengarungi negara yang budayanya beda. Soalnya banyak orang Jerman yang ke Aussie untuk menjadi nanny (au pair juga) dan rata2 orang Jerman malah kagum. Beda sama penadapat orang Indonesia kalau tahu anak ini ke Jerman sebagai nanny, komentar yang sering muncul: Oh CUMA…..majikanmu galak nggak, dsb, ada kekerasan fisik nggak, dsb. Karena anggapan kita sendiri terhadap pekerjaan itu beda dengan anggapan orang Eropa.
Dan mengapa au pair tidak mau disamakan dengan domestic worker? Bukan karena salah satu lebih rendah dari yang lain, namun memang konsep Au Pair dan domestic worker itu BEDA. Au Pair tidak punya majikan, mereka adalah host family, mereka tidak DIGAJI tapi dikasih uang saku yang minim banget, kalau misal au pair itu benar2 nanny, mereka bisa kaya di Jerman, dan konsepnya adalah pertukaran budaya. Keluarga mengenal budaya si au pair begitu pun au pair mengenal budaya keluarga tsb dan belajar bahasa di negara tempat tinggalnya.
Jadi sebenarnya, au pair bukan berjuang untuk tidak dianggap rendah tapi kita memperjuangkan mental orang Indonesia yang (meskipun sudah tinggal di luar negeri) masih menganggap sebuah pekerjaan rendahan, dsb. Kita membela TKI TKW juga, mereka pahlawan devisa dan tak ada bedanya dengan pekerjaan apapun.
Yang HARUS diterangkan dan ditegaskan bagi calon2 au pair adalah….negara jerman sebagai tujuan au pair tdk boleh disamakan dgn negara2 di arab yang kebanyakan menjadi tujuan tkw2 kita dari indonesia….di jerman semua manusia, tdk perduli apakah dia au pair,apakah dia kulit hitam,kulit kuning dsbnya,tetap mendapat hak2 yg sama spt orang2 lain yg hidup di negara ini….tdk spt di negara2 arab….dimana hak2 azasi manusia belum begitu jelas….negara jerman adalah satu negara yang betul2 demokrasi,toleranz dan humanist… (sumber komentar: FS, 2019)
Ausbildung Melalui Agen? Testimoni Harga Berdasarkan hasil Survey
*
Sudah saatnya kita berhenti berpikir bahwa satu pekerjaan dengan penghasilan atau status sosial tertentu adalah pekerjaan yang kedudukannya lebih tinggi dari pekerjaan yang lainnya. Memang susah mengaplikasikannya di Indonesia di mana sistem kasta, hierarki yang melekat pada budaya dan adat istiadat setempat sehingga selalu membuat jarak antara majikan dan bawahan, orang kaya dan orang miskin. Di Jerman sendiri meski jarak antara atasan dan bawahan itu ada, namun sistem kasta yang sudah pudar menjadikan jarak itu bukan JARAK ANTARA HAMBA DAN TUAN namun lebih ke SISTEM pengelompokkan hubungan sosial yang berbeda, bukan berarti orang Jerman tidak menghormati atasannya, mereka hormat tapi tidak menghamba, sehingga jika atasannya berbuat salah, mereka tak segan menegur dan mengkritisi habis-habisan. Berbeda dari kasta Indonesia yang jika atasan korupsi, bawahan menghamba dan tak mampu berkutik karena juga ikut kecipratan duitnya. Hhehe. Jika itu terjadi di Jerman, anak buah nggak bakal nunggu lama untuk menumbangkan atasannya.
Nah, kembali ke Status AU pair dan pembantu rumah tangga tadi. Sebenarnya yang harus kita tekankan di sini bukanlah cemooh orang-orang karena rendahnya pekerjaan au pair, ingat bukan RENDAH, karena pekerjaan pembantu juga bukan PEKERJAAN RENDAHAN (stop berpikir bahwa pekerjaan A lebih tinggi daripada B, jika tidak ada asisten rumah tangga, mungkin orang tua kita juga ga bisa menjalankan bisnis dengan baik). Jadi yang harus kita pikirkan adalah kedua PROGRAM tersebut berbeda, mengapa?
– Karena AU pair itu program pertukaran budaya
– Karena au pair disekolahkan
– Karena au pair tidak punya majikan
– Karena au pair tidak digaji tapi di kasih uang jajan, dsb.
Baca juga: 5 cara agar host family tertarik padamu
Nah, hal ini juga yang harus jadi bahan acuan kita: JIKA KITA KE JERMAN dan diperlakukan seperti pembantu oleh Host Family, tekankan bahwa au pair bukanlah pembantu. Jika kita tidak mendapatkan kursus bahasa yang seharusnya kita lakukan, ingatkan, jika kita disuruh bersih-bersih lebih dari jam yang seharusnya diperbolehkan, protes, karena sekali lagi, kita harus kembali ke konsep awal au pair yakni: Kerja sama yang saling menguntungkan dan pertukaran budaya itu sendiri.
*
Semoga artikel ini cukup bermanfaat, silakan berdiskusi di kolom komentar atau jika kalian ingin bertanya lebih lanjut, mohon buka topik di forum diskusi yang aku sediakan di blog ini, caranya: Klik Forum di sini. Registrasi dan ingat password kalian, kemudian klik ‘HOME’ >> ‘GENERAL DISCUSSION’ >> NEW TOPIC. Dengan menggunakan fasilitas forum ini, pertanyaan dan jawaban kalian akan terkunci dan mungkin akan berguna bagi siapa pun yang ingin mencari pertanyaan serupa, jadi tanpa perlu menjawab berulang-ulang, pertanyaan dan jawaban dapat diakses dengan mudah.
Youtube channel belajar bahasa Jerman dan seputar Jerman: Youtube Denkspa
Liebe Grüße
Baca juga: 5 langkah menjadi au pair di Jerman